Selasa, Februari 11, 2025
- Advertisement -spot_img
BerandaPendidikanDr. Zaenal Abidin AS, S.IP., M.Sc. Sekertaris Program Studi Ilmu Pemerintahan Fisip...

Dr. Zaenal Abidin AS, S.IP., M.Sc. Sekertaris Program Studi Ilmu Pemerintahan Fisip Unjani, Raih Gelar Doktor Ilmu Pemerintahan IPDN ke 316 dengan Predikat Sangat Memuaskan

spot_img

Jakarta, aspirasipublik.com – Selasa, 11 Februari 2025, berlangsung dari pukul 09.00 dan selesai pukul 12.00 di Ruang sidang khusus untuk program pasca sarjana Doktoral IPDN Jakarta di lantai satu gedung pasca sarjana Institut Pemerintahan Dalam Negeri jakarta, Wakil Rektor III Bidang Kewahasiswaan Bapak Dr. Yudi Rusfiana, S.IP., M.Si. mewakili atas nama Rektor IPDN Bapak Prof . Dr. Drs.H. Hadi Prabowo, MM., Siang  ini Memutuskan hasil sidang promosi Doktor bahwasanya atas nama Dr. Zaenal Abidin AS, S.IP., M.Sc. Sekertaris Program Studi Ilmu Pemerintahan Fisip Unjani, Setelah mempertahankan Disertasinya dihadapan promotor dan penguji  selama tiga jam akhirnya Berhak dan dapat  Meraih gelar Doktor Ilmu Pemerintahan ke 316 dengan Predikat Sangat Memuaskan, dengan judul Disertasi :

“Politisasi Birokrasi dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah di Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat Tahun 2020”

Dengan Tim Promotor yang terdiri dari : 1. Prof. Dr. Nurliah Nurdin, MA., 2. Dr. Yudi Rusfiana, S.IP., M.Si., 3. Dr. Prio Teguh, SH., M.Si. dan Tim   Oponen Ahli dan Penelaah yang terdiri atas: 1. Prof. Dr. Drs. H. Hadi Prabowo, MM. Rektor IPDN yang diwakili oleh Wakil Rektor III Bidang Kewahasiswaan Bapak Dr. Yudi Rusfiana, S.IP., M.Si. sekaligus memimpin jalannya Sidang. 2. Prof. Dr. Muh. Ilham, M.Si., 3. Prof. Dr. Mansyur Achmad, M. Si., 4. Prof. Dr. Muhadam Labolo, M.Si., 5. Dr. Ahmad Averus, M.Si., 6. Prof. Dr. Agus Subagyo, S.IP., M.Si. (Penguji Eksternal).,

Berikut adalah hasil pertanggungjawan Akademik dan nasehat Akademikyang dibacakan oleh promotor yang media aspirasi dapatkan dan ini adalah antara  Riwayat singkat Dr. Zaenal Abidin AS, S.IP.,M.Sc. dilahirkan di Karawang,Tahun 1986. merupakan putra pertama dari pasangan Bapak H. Aan Suyanto (Alm) dan Hj. Oom Sopiyah, Dr. Zaenal Abidin AS, S.IP., M.Sc. merupakan suami dari Irma Zaidah, dan ayah dari dua putrinya: Afnan Nayara Sopiah dan Nafizah Almahira Husni.

Pendidikan formal Sekolah Dasar diselesaikan di SDN I Tanjungsari Blanakan pada tahun 1997, SMPN I Tanjungsari Blanakan pada tahun 2000, SMA 2 PIRI Yogyakarta pada tahun 2003. Pendidikan Sarjana diselesaikan di Universitas Jenderal Achmad Yani (2009), sedangkan pendidikan Megister diselesaikan di Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik UGM (2014).

Karir Dr. Zaenal Abidin AS, S.IP., M.Sc.  dimulai sebagai staf pengajar (Dosen) di Universitas Jenderal Achmad Yani pada program Studi Ilmu Pemerintahan Sejak tahun 2015 – Sekarang. Dalam perjalannannya pernah menduduki beberapa jabatan Struktural, Kaur Akademik Tahun 2015-2017, Kasubag Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Fisip Unjani 2017-2020 dan Sekertaris Program Studi Ilmu Pemerintahan Fisip Unjani Dari Tahun 2020-Sekarang.

Disertasi Dr. Zaenal Abidin AS, S.IP., M.Sc. yang berjudul “Politisasi Birokrasi dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah di Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat Tahun 2020” Penelitian ini dengan pendekatan kualitatif. Informan penelitian 18 orang ditentukan dengan purposive sampling, yang meliputi Birokrasi dilingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung, Ketua Partai Politik atau Anggota Legislatif DPRD Kabupaten Bandung, Penyelenggara Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bandung, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bandung, Para Kepala Desa, Tim Pemenangan (Tim Sukses), ASN dilingkungan Pemerintahan Kabupaten Bandung, Lembaga Swadaya Masyarakatan (LSM), Msayarakat dan Tokoh Masyarakat Di Kabupaten Bandung. Pengumpulan data sekunder menggunakan studi dokumentasi; pengumpulan data primer menggunakan wawancara dan observasi.

Hasil Penelitian Dr. Zaenal Abidin AS, S.IP., M.Sc. bahwasannya Pola politisasi birokrasi yang terjadi di proses pelaksanaan Pemilukada Kabupaten Bandung pada tahun 2020 berdasarkan teori B Guy Peter dan Jon Pieer di simpulkan sebagai berikut ini:

  1. Pelibatan politik pada level personal. Dengan kewenangan kepala daerah yang besar terkait  dengan nasib kepegawaian, maka terjadinya pendekatan secara personal untuk menawarkan diri sebagai bagian dari kekuatan kepala daerah pada masa pemilukada. Kedekatan ini yang kemudian di manfaatkan kepala daerah didalam menggunakan resource yang dimiliki oleh birokrasi. Terlebih jika yang mendekatinya memiliki kedudukan strategis di birokrasi, mereka tidak hanya dapat memobilisasi masa di sisi birolrasi namun juga dapat memanfaatkan anggaran (bantuan) untuk dapat dimanfaatkan dalam meraih simpati masyarakat.
  2. Manifestasi dalam aktivitas yang dilakukan birokrasi. Pemberian bantuan yang tidak merata menjadikan proses pemerataan dan kesenjangan di Kabupaten Bandung terjadi, dimana proses pemberian bantuan yang mana dibagikan secara bertahap menjadikan bantuan lebih banyak diberikan di wilayah-wilayah yang mendukung terkait dengan kebijakan Bupati secara personal. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh kepala daerah namun juga dilakukan oleh sebagian anggota dewan yang ada dilingkungan DPRD Kabupaten Bandung untuk dapat mempertahankan Kekuasaannya.
  3. Kriteria politik tertentu yang digunakan untuk melihat kinerja birokrasi. Tidak dijalankannya sistem merit dilingkungan pemerintahan dan lebih mengedepankan loyalitas anggota birokrasi kepada birokrasi menjadikan ketimpangan di tubuh birokrasi. Dimana kemampuan, kredibilitas dalam pelaksanaan pelayanan publik kepada masyarakat mengalami permasalahan. Penempatan yang tidak sesuai kompetensi, terjadinya pungli dalam setiap pelayanan dan diskriminasi layanan juga terjadi akibat kriteria Loyalitas kepada pimpinan yang dijadikan sebagai parameter untuk melakukan rotasi dan mutasi pegawai birokrasi.
  4. Alat birokrat untuk melaksanakan tugasnya demi tujuan yang bersifat politis. Tidak terwujudnya partisipasi masyarakat dalam hal pembangunan yang dilakukan pemerintah, dimanfaatkan oleh birokrasi didalam menentukan dan menjalankan program yang akan dilakukan oleh pemerintah. Musyawarah-musyawarah yang melibatkan masyarakat (musrenbang) hanya sebagai kegiatan yang menjadi rutinitas tanpa hasil, dimana dari beberapa hasil musrenbang yang dilakukan banyak yang tidak terealisasi, namun ada beberapa program yang tidak diinginkan oleh masyarak justru muncul untuk dapat dilaksanakan.
  5. Pelayanan publik yang pada gilirannya mendorong depolitisas. Penempatan loyalis kepala daerah menjadikan salah satu penyiapan dalam setiap pelaksanaan pemilikada, dimana dengan menyiapkan gerbong anggota-anggota birokrasi yang loyal terhadap kepentingan golongannya (kelompok bupati) akan dapat memudahkan dukungan dan fasilitasi yang dapat mengumpulkan simpati masyarakat kepada pimpinannya.

Dalam Penelitian ini Menghasilkan Model Baru sebagai Novelty adalah  model Politisasi Birokrasi baru yang didasari dari perjalanan sejarah birokrasi yang terjadi di indonesia, dimana diawal kemerdekaan politisasi birokrasi Primordial terjadi sebagai konsekwensi dari awal pemerintahan indonesia yang baru lepas dari sistem penjajahan Belanda, Model politisasi birokrasi Klaintis muncul sebagai pase kedua pasca runtuhnya orde lama yang digantikan menjadi orde baru. Dimana pola patron kline terjadi sebagai akibat dari dominasi partai dimasa itu. Menghadapi era reformasi dan digulirkannya undang-undang otonomi daerah yang menjadikan proses pemilihan kepala daerah secara langsung peneliti melihat bahwa proses politsasi birokrasi mengalami perubahan dan menjadikan MODEL POLITISASI BIROKRASI SIMBIOSI terjadi. Model ini peneliti anggap paling relevan untuk dapat menggambarkan proses politisasi birokrasi dimasa ini, dimana secara pengertian dapat diartikan bahwa terjadi interaksi jangka pangjang antar dua organisme yang berbeda (Politisi dan Birokrasi) yang dapat bersifat saling menguntungkan atau justru saling merugikan. Kondisi ini akibat dari diberlakukannya PP. nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, yang mengakibatkan birokrat terjerat dalam kondisi yang mengharuskan mereka menjalankan tugas-tugasnya yang bersifat politis dibandingkan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat secara luas. Dimana didalamnya memuat sebagai brikut ini: 1. Politisasi birokrasi dipandang sebagai proses pembuatan aturan-aturan yang menjadikan salah satu diantara mereka ketergantungan sehingga dapat menjadikan salahsatunya tersebut kuat di satu bidang dan lemah di bidang lain. Kondisi ini dapat dilihat dari adanya aturan kewenangan Pejabat Pembina Kewenangan (PPK) yang tertuang dalam PP. Nomor 09 Tahun 2003 tentang pejabat Pembina kepegawaian dan kemudian kewenangan itu juga muncul dalam PP. nomor 17 tahun 2020 tentang Manajemen Pegawai Neeri sipil. Dimana didalam kewenangannya kepala daerah dapat melakukan Mutasi, rotasi dan pengangkatan pegawai sipil Negara dilingkungan pemerintahan daerah, dimana hal ini menjadikan Birokrasi secara personal akan dapat mendekatkan diri kepada kekuatan politis mengingat nasib karir birokrasinya ditentukan oleh kekuatan politis., 2. Politisasi dimaknai sebagai suatu kegiatan yang berkaitan dengan pola kejenjangan dalam birokrasi berdasarkan krieria politik untuk dapat melihat kinerja birokrasi. Kondisi ini dapat menjadikan birokrat secara personal akan dapat melibatkan diri dalam proses yang sifatya politik paktis dan tentunya kegiatan ini akan menjadikan proses reformasi birokrasi yang dilakukan mengalami kendala. Hal ini menjadikan anggota birokrasi akan dapat tunduk dan patuh terhadap penguasa mengingat kehidupan dirinya dalam birokrasi di tentukan oleh mereka yang memegang kekuasaan, situasi ini tentunya membuat pelaksanaan tugas-tugas pemerintah menjadi bersifat politis., 3. Politiasai birokrasi dimaknai sebagai sebuah situasi yang menghambat proses partisipasi masyarakat, dimana keterlibatan masyarakat terkait dengan pengawasan, pemberian masukan terhadap kinerja pemerintah di pandang sebagai salah satu proses penghambat bagi berlangsungnya program-program pemerintahan. Kondisi ini mengakibatkan pandangan bahwa masyarakat yang memberikan masukan dan kritikan terhadap pelaksanaan tugas pemerintah di anggap sebagai kelompok masyarakat yang tidak memberikan dukungan (memberikan Suara) terhadap pemerintah yang berkuasa saat ini, sehingga tidak jarang mereka selalu dihadapkan kepada kelompok masyarakat pendukung pemerintah (memberikan suaranya pada saat pemilukada) yang fanatik dan tidak berpandangan luas terkait dengan kemajuan daerahnya. Hal ini dapat dilihat dari munculnya Buzzer pemerintah yang seolah selalu memberikan tanggapan yang berbeda kepada masyarakat yang memberikan kritikan atau pandangan yang terkesan tidak setuju dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah., 4. Politiasai birokrasi dipandang sebagai sebuah peristiwa ketidak efektifan relasi hubungan antara pemerintah dengan masyarakat dalam kaitannya untuk memastikan pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dijalankan dengan baik, dan lebih cenderung terjalin sebuah relasi hubungan diantara mereka yang sifatnya lebih politis dan transaksional yang mengakibatkan program-program pemerintah tidak mendapatkan dukungan dari masyarakat atau ditolak oleh mayarsakat karena tidak berdasarkan atas msuyawarah yang terjadi diantara mereka. Sama halnya dengan poin diatas, bahwa relasi hubungan yang dibangun oleh pemerintah hanya sebatas kepada masyarakat yang memberikan dukungan saat Pemilukada sehingga kepentingannya hanya sebatas bagaimana mengamankan posisi politisi yang mereka pilih sampai masa jabatannya habis dan dapat dipilih kembali di masa yang akan datang. Sehingga kebijakan apapun yang pemerintah keluarkan mereka akan dukung tanpa melihat dampak bagi masyarakat luas dan cenderung dijadikan sebagai alat penjaga kebijakan pemerintah ketika mengalami penolakan kebijakan dan berhadapan langsung dengan masyarakat yang menolak kebijakan tersebut., 5. Politisasi birokrasi dapat dimaknai sebagai sebuah aktivitas layanan publik yang dilakukan demi tujuan yang bersifat politis. Sehingga proses layanan publik terkesan diskriminatif, tidak sesuai prosedur yang berlaku dan berbelit-belit. Bagi masyarakat yang masuk dalam golongan yang mendukung pemerintah (timsukses/memilih) akan mendapatkan privilage dalam mengakses layanan publik, yang yang sifatnya administratif maupun yang bersifat bantuan-bantuan pemerintah.

Selain itu untuk mewujudkan reformasi birokrasi peneliti juga memberikan pengembangan model reformasi birokrasi Mutualisme berikut ini: 1. Penguatan dalam hal aturan-aturan yang dapat menguatkan posisi dan situasi birokasi dan eksekutif (pemerintah daerah) dalam melaksanakan tugasnya masing-masing tanpa harus saling sandera diantara keduanya, 2. Pengembangan e-Goverment dalam proses pengembangan karier dan pelaksanaan tugas-tugas layanan publik di wilayah., 3. Penyerapan aspirasi masyarakat terkait dengan pembangunan sarana dan prasaranan yang dapat diakses dan dikawal dalam pelaksanaannya., 4. Penetapan dan penentuan proses pengembangan dan pembangunan wilayah yang sesuai dengan masukan dan musyawarah yang dilakukan mulai dari tingkatan pemerintah desa sampai tingkat dinas., 5. Terdapat manajemen keuangan publik yang efektif dan efisien., 6. Adanya pengawasan dan pemberian sanski yang tegas terkait dengan penyelewengan-penyelewengan (netralitas birokrasi) yang terjadi di birokrasi., 7. Terdapat Reward dan punishment yang diterapkan dalam mendongkrak kinerja birokrasi.

Nasehat Akademik yang disampaikan oleh Prof. Dr. Nurliah Nurdin, MA., kepada Dr. Zaenal Abidin AS, S.IP.,M.Sc., Saudara Dr. Zaenal Abidin AS, S.IP.,M.Sc., setelah melewati perjalanan panjang studi yang penuh dengan dinamika tuntutan dan tantangan, akhirnya Saudara berhak menyandang gelar Doktor Ilmu Pemerintahan; dan sejak hari ini Selasa, 11 Februari 2025, Saudara resmi dinyatakan sebagai Doktor Ilmu Pemerintahan yang ke 316  atas Disertasi yang telah Saudara pertahankan di hadapan komisi penguji dengan judul “Politisasi Birokrasi  Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah  di Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat Tahun 2020″. Selanjutnya kami berharap, dengan gelar tersebut Saudara dapat mengamalkan segala ilmu yang dipelajari selama mengikuti program studi serta menerapkan Model reformasi Birokrasi simbiosisme dan model reformasi Birokrasi dalam pencegahan terjadinya politisasi birokrasi dalam setiap penyelenggaraan Pilkada yang Saudara susun dalam disertasi untuk kesejahteraan masyarakat yang seluas-luasnya. Lebih dari itu, terkait dengan kedudukan Saudara sebagai Tenaga Pendidik (Dosen), kami juga berharap Saudara dapat melakukan berbagai upaya dan terobosan pengembangan keilmuan untuk meningkatkan kapasitas dan efektivitas birokrasi dalam melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dan menghormati hak asasi manusia. Kembangkanlah  pendekatan disiplin Ilmu Pemerintahan yang Saudara dapatkan selama mengkuti Program Studi  Doktor Ilmu Pemerintahan untuk mengoptimalisasikan keberhasilan reformasi birokrasi sebagai sala satu pencegahan terjadinya politisasi birokrasi bagi kemajuan bangsa dan negara di masa depan.

Turut hadir dan memberikan ucapan selamat kepada Dr. Zaenal Abidin AS, S.IP.,M.Sc., Sahabat sahabat Dosen Unjani , Istri  dan Anak anaknya,Keluarga serta sahabat sahabat mahasiswa Doktor Ilmu Pemerintahan IPDN dan  Ucapan selamat dari Pimpinan media Aspirasi Publik yang juga sedang dalam menyelesaikan sekolah pasca sarjana program Doktoral di IPDN, Bapak  Oberlin Sinaga, S.H., SE., MM. Dan Wartawan Aspirasi Publik Dr. Joko Susilo Raharjo Watimena, S.PdI.,MM. Semoga ilmu yang didapatkan, Dr. Zaenal Abidin AS, S.IP.,M.Sc., akan dapat bermanfaat  untuk masyarakat bangsa dan negara indonesia tercinta Aamiin YRA. (Oberlian Sinaga @ JSR Watimena)

spot_img
POPULER
BACA JUGA
spot_img