
Oleh: Yohanes Masudede (Sekretaris Bidang Organisasi PP GMKI)
Beberapa waktu lalu kita dihebohkan dengan pemberitaan di media mengenai kasus pembunuhan yang melibatkan sesama anggota Polri yang dilakukan oleh salah satu pejabat tinggi Polri yang berinisial FS kepada anak buahnya di rumah dinas yang beralamat di kompleks Polri duren tiga.
Kasus pembunuhan yang menewaskan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, atau Brigadir J. sampai hari ini masih menjadi perbincangan publik Indonesia. Padahal kita tau bersama bahwa tim khusus yang dibentuk oleh Kapolri Jendral Sigit Listyo Prabowo telah menyelesaikan tugasnya dan telah menyampaikan setidaknya ada sekitar 63 anggota Polri yang terlibat dalam kasus tersebut.
Bharada E sebagai orang yang diskenariokan sebagai pelaku utama penembakan hingga tewasnya Brigadir J akhirnya terungkap dengan penyeledikan dan penyidikan yang dilakukan oleh tim khusus dan Kabareskrim Polri. Kasus pembunuhan ini sekarang menjadi cukup terang dengan ditersangkakannya FS sebagai pelaku kejahatan dan pengakuan dari Bharada E.
FS dikenakan Pasal 340 subsider Pasal 338 jo Pasal 55, Pasal 56 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun penjara. Sedangkan Bharada E dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan Juncto 55 dan 56 KUHP. Kemudian Brigadir RR dikenakan dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
Di lihat dari pasal-pasal serta ancaman pidananya maka kasus pembunuhan ini merupakan kasus pembunuhan yang sangat keji yang terjadi dilingkungan Polri, dimana kita tau bersama bahwa institusi Polri merupakan lembaga penegak hukum yang harusnya menjadi cerminan bagi rakyat pencari keadilan bukan malah membuat masalah dalam dunia penegakan hukum.
Ditambah dengan proses pengungkapan fakta-fakta pembunuhan yang begitu lama maka sangat terlihat jelas ada upaya untuk menghalang-halangi proses penyidikan awal kasus pembunuhan Brigadir J ini oleh beberapa oknum penyidik Polri yang sudah bersekongkol dengan FS. Kasus ini seperti dalam Film The Godfather dimana pembunuhan sesama anggota Polisi sudah diatur oleh para petinggi Polisi yang mafia.
Bukan hanya dalam sebuah film mafia ternyata kasus ini bagi sebagian orang mungkin aneh tapi beginilah kenyataannya yang terjadi di instusi penegak hukum kita. Maka sempat ramai juga isu soal bagusnya Polri ditempatkan di bawa Kejaksaan RI atau Kementerian Hukum dan Ham biar dapat di awasi kelembagaan ini secara langsung, pertanda tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum Polri mulai berkurang.
Oleh karena itu, perlunya melakukan reformasi/pembenahan terhadap kelembagaan Polri secara besar-besar agar dukungan dan kepercayaan masyarakat dapat kembali kepada Polri sebagai lembaga yang bersih dan transparan serta mengayomi masyarakat pencari keadilan. Walaupun tak mudah dan membutuhkan waktu untuk melakukan reformasi institusi Polri tapi juga tak sulit untuk mencari Polisi yang tegas, berani, cerdas dan dekat dengan kelompok masyarakat serta mahasiswa.
Karena mafia anggota Polri seperti FS dan kawan-kawan yang sudah menjamur ditubuh Polri hanya dapat dibersihkan oleh anggota keluarga dari luar rumah besar yang saat ini masih menjabat sebagai kepolisian daerah yang penuh kejujuran, berintegritas serta profesionalitas dalam menjalankan tugas-tugas kelembagaan Polri yang diembankan kepadanya.