
Jakarta, aspirasipublik.com – Pelaksanaan webinar dengan mengangkat tema “Ekowisata Pasca Pandemi”. Tanggal Jum’at 30 Juli 2021 Jam: 15.30 – 18.00 WIB kegiatan ini adalah untuk mengkaji serta merekomendasikan produk kebijakan pemerintah dalam meningkatkan pariwisata berbasis ekologi yang aman bagi lingkungan melalui diskusi yang dilaksanakan secara daring.
Dengan Narasumber, DR. Stefie H.A. Laimeheriwa (Founder Gerakan Kei Cerdas)., Sukarmin Idrus, M.Si (Dosen Universitas Pasifik, Morotai)., Dini Yuliana Solin (Kabid. Kewirausahaan dan Ekonomi Kreatif PB KOHATI HMI)., turut hadir wartawan Aspirasi Publik Dr. Joko Susilo Raharjo Watimena dan kawan – kaman dari Kementrian Dalam Negeri serta para Direktur kepariwisataan, koordinator bapak Rohani. Diskusi ini memang sangat menarik guna mendapat masukan terkait EKOWISATA PASCA PANDEMI.
Tujuan kegiatan ini adalah; 1. Meningkatkan minat wisatawan untuk peduli terhadap lingkungan hidup di sekitar tempat wisata. 2, Meminta pihak-pihak terkait untuk turut bekerja sama membuat kebijakan terhadap ekowisata.
Merujuk pada laporan yang dirilis World Tourism Organization (WTO), bahwa terdapat beberapa tren serta perkembangan baru di dunia kepariwisataan yang mulai hadir pada paruh 1990- an. Dengan dipengaruhi tren masyarakat global, regional dan nasional agar kembali ke alam (back to nature), maka ketertarikan masyarakat untuk berwisata ke daerah-daerah yang masih alami semakin besar.
Adanya minat tersebut merupakan faktor pendorong bagi dikembangkannya pariwisata yang berkesinambungan pada lingkungan alam atau yang kita kenal sebagai ecotourism atau wisata ekologi.
Fakta tersebut merupakan antitesa dari kegiatan pariwisata yang berkembang hingga kini yang lebih bercorak pariwisata massa (mass tourism). Pariwisata massa memang menyediakan ruang yang cukup pada masuknya investasi yang intensif ke dalam suatu daerah wisata, namun hal demikian cenderung melemahkan partisipasi masyarakat lokal.
Sedangkan ekoturisme memiliki arti serta komitmen yang lebih jelas dalam pelestarian alam dan pengembangan masyarakat, selain memperhatikan sektor ekonomi. Ekowisata memuat paradigma serta dimensi yang efektif dalam memperlihatkan wajah masa depan pariwisata berkelanjutan seklaigus berwawasan lingkungan. Tren ini ditandai dengan berkembangnya life style serta kesadaran baru akan penghargaan yang lebih terhadap norma-norma interaksi antar sesama manusia maupun dengan lingkungan alamnya. Perkembangan baru tersebut secara khusus ditujukkan melalui bentuk-bentuk kontribusi wisatawan dalam program-program di lapangan (outdoor), kepedulian akan problematika ekologi dan kelestarian, kemajuan ilmu pengetahuan dan pendidikan, serta penekanan dan penghargaan akan nilai-nilai estetika. Kesadaran mengenai fenomena-fenomena tersebut di atas mendorong pemerintah agar berinisiatif mencari pola baru bagi pengembangan produk wisata yang mampu menjawab tantangan lingkungan, artinya bahwa pengembangan produk wisata untuk waktu-waktu yang akan datang harus berorientasi pada nilai-nilai pelestarian lingkungan dan budaya masyarakat, pengembangan masyarakat lokal (community based tourism), termasuk di dalamnya memberi nilai manfaat yang besar bagi masyarakat serta keuntungan/orientasi jangka panjang.
Selama ini penilaian keberhasilan sektor pariwisata kerap hanya berlandaskan pada besaran perolehan devisa negara pada rentang waktu tertentu, dalam sektor tersebut atau seberapa besar jumlah pembangunan hotel/home stay dengan berbagai tingkatannya, perluasan jumlah wahana hiburan dan taman rekreasi, serta besarnya angka kunjungan wisatawan setiap tahunnya, terutama wisatawan mancanegara.
Mengacu kepada gagasan utama pembangunan sebagai usaha dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta menjadikan kehidupan mereka lebih baik, maka makna pada tingkatan praksis perlu ditafsirkan secara luas, dan bukan hanya bersifat profitable.
Apakah kebijakan yang dijalankan mulai dari taraf perencanaan sampai operasionalisasi betul – betul sudah medatangkan manfaat positif bagi masyarakat secara menyeluruh, baik dalam dimensi sosial, ekonomi maupun budaya. Inilah salah satu kunci yang perlu diperhatikan ketika membahas tentang industri pariwisata.
Sebab, pariwisata hendaknya juga dapat mendorong masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam pengembangan pariwisata demi mencapai tujuan kesejahteraan yang diharapkan.
Pendapat ini disampaikan mengingat dalam kehidupan sosial di Indonesia kini penafsiran berbagai kegiatan didominasi oleh pandangan yang berorientasi pada pembangunan semata (development oriented).
Sehingga tidak jarang proses pembangunan yang menekankan kepentingan masyarakat (people oriented) terlewatkan dan nilai-nilai kemanusiaan (humanism) terabaikan.
Kenyataan ini perlahan-lahan menumbuhkan kesadaran para pemangku kebijakan dan elemenelemen kritis dalam masyarakat terhadap pentingnya pengembangan pembangunan pariwisata yang berorientasi pada kelestarian lingkungan (ecologist) serta berbasis pada kemampuan masyarakat lokal. Pergeseran orientasi ini dilatar belakangi oleh adanya kesadaran bahwa pengembangan kepariwisataan perlu disesuaikan dengan konteks pembangunan pada masa sekarang ini, yang harus dihubungkan dengan isu lingkungan, pemberdayaan masyarakat lokal serta pembangunan jangka panjang dan berkelanjutan menjadi isu primer yang harus melandasi tujuan pembangunan pada seluruh sektor, termasuk sektor pariwisata tentunya. Di samping faktor di atas, pengembangan ekowisata di Indonesia mempunyai prospek yang baik karena ditunjang oleh potensi keanekaragaman hayati termasuk di dalamnya keanekaragaman budaya yang merupakan basis modal bagi pengembangan ekowisata.
Seluruh dunia pun telah setuju dan mengakui bahwa Indonesia merupakan negara yang layak menyandang predikat mega biodiversity, karena keanekaragaman suku, adat, istiadat, budaya, bahasa, ekosistem, spesies flora dan fauna. Keanekaragaman ini memiliki pesona yang dapat dinikmati wisatawan dari seluruh penjuru dunia. Beberapa wilayah kunjungan wisata di Indonesia juga tidak bisa lepas dari pengaruh tersebut. Namun dalam perkembangan terakhir, seiring dengan era Reformasi, desakan agar pemerintah daerah merubah kebijakan pembangunan di bidang pariwisata masih belum digalakkan. Padahal kebijakan pariwisata selama ini yang hanya berorientasi pada jumlah kunjungan wisatawan (mass tourism) dinilai akan mengancam kelestarian lingkungan. Hal ini terlihat dari kasus-kasus yang muncul ke permukaan selama ini, seperti semakin tingginya volume sampah di lokasi wisata dan lain-lain. Faktanya, pariwisata di wilayah tertentu belum terlalu berdampak pada kesejateraan masyarakat, ketersediaan lapangan pekerjaan, dan kerusakan ekosistem darat, sungai, dan laut. Singkatnya mass tourism yang selama ini diterapkan belum banyak membawa positif.
Berawal dari kondisi keprihatinan tersebut dan harapan untuk membuat kegiatan pariwisata yang lebih sehat dan bermanfaat untuk masyarakat, maka kami selaku pemuda yang tergabung dalam SERA INSTITUTE mendukung lahirnya kebijakan pariwisata berbasis ecotourism, berkeinginan untuk melaksanakan diskusi daring berjudul WEBINAR EKOWISATA NUSANTARA mengenai Wisata Ekologi (Ecotourism) di Beberapa wilayah dengan tema “Ekowisata Pasca Pandemi”. Kegiatan ini direncanakan selama beberapa pertemuan guna mengumpulkan data serta dukungan sebagai bahan untuk direkomendasikan ke seluruh stake holder terkait. Bila melihat ke tataran praktis di lapangan, perkembangan ekowisata di beberapa wilayah pada umumnya dirintis oleh organisasi pemuda desa serta komunitas literasi yang bergerak dalam wilayah isu-isu lingkungan dan budaya. Memang ada beberapa kalangan (baca: investor) yang mengklaim bahwa paket wisata yang ditawarkannya merupakan paket ekowisata, namun realitasnya, daerah – daerah yang dijadikan kawasan ekowisata tak lebih dari kawasan akomodasi pariwisata yang letaknya sengaja memilih wilayah-wilayah yang kaya akan potensi alamnya.
Apabila dilihat dari sisi nilai konservasi dan pelibatan masyarakat lokalnya boleh dikatakan masih sangat minim. Ekowisata hanya dijadikan topeng untuk menjalankan bisnis pariwisatanya di Beberapa wilayah.
Dalam pengembangan ekowisata di Indonesia pada umumnya, hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah partisipasi masyarakat setempat dalam setiap kegiatan kepariwisataan. Konsep pengembangan wisata ekologi yang melibatkan atau mendasarkan kepada peran serta masyarakat (community-based ecoturism) pada dasarnya adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tinggal di daerah-daerah yang menjadi obyek dan daya tarik wisata ekologi untuk mengelola jasa-jasa pelayanan bagi wisatawan seperti penginapan, pemadu wisata, penyediaan souvenir khas yang berasal dari budaya dan flora-fauna setempat, dan lain-lain.
Harapan kami setelah kegiatan ini, akan ada hasil kesepakatan bersama untuk dijadikan kerangka acuan program pemerintah, yaitu adanya kecenderungan pergeseran proses perencanaan pariwisata beberapa wilayah yang polanya top-down, menuju arah yang lebih bottom-up, dari peran partisipasi masyarakat lokal yang sebelumnya terpinggirkan menjadi lebih mengutamakan keterlibatan masyarakat lokal.
Dalam tataran konseptual hal ini tidak terlalu sulit dilakukan namun bila hal ini dilihat dalam tataran operasional-praksis kita akan menemukan fenomena-fenomena dan gejala – gejala perencanaan yang sangat menarik untuk diteliti dan untuk kedepan pasca pandemi sector pariwisata harus bergerak cepat memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tinggal di daerah-daerah yang menjadi obyek dan daya tarik wisata ekologi untuk mengelola jasa-jasa pelayanan bagi wisatawan seperti penginapan, pemadu wisata, penyediaan souvenir khas yang berasal dari budaya dan flora-fauna setempat, dan lain-lain. (RRW@DFWatimena)