
Prof . Dr. Drs. H. I. Nyoman Sumaryadi, M. Si. (Ketua STIP-AN Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Abdi Negara), Dr. Joko Susilo Raharjo Watimena, S. PdI. MM.(Wartawan Media Aspirasi Publik Dosen STIP-AN). Lenteng Agung Jakarta Selatan, dan Oberlian Sinaga, SH. SE. MM. Pimpinan Redaksi Media Aspirasi Publik.
NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dimasa yang akan datang untuk dapat mencapai visi dan misinya akan mampu di pimpin oleh orang Indonesia yang unggul, dengan kriteria; mampu menerapkan dan mengartikulasikan Kepemimpinan Profesional, Kepemimpinan Visioner, dan Kepemimpinan yang Etis. kriteria khusus tentang ke-khasan Kepemimpinan Indonesia dengan keanekaragaman Suku, Ras, Agama dan Kepercayaan serta keanekaragaman budaya.Pada saatnya nanti kita akan mampu memilih seorang pemimpin Indonesia yang dijadikan suri tauladan sehingga disayangi oleh rakyatnya.,dan mampu mensejahterakan rakyatnya. Dalam beberapa literatur menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan kegiatan memimpin, termasuk didalamnya adalah membimbing, menuntun, menggerakkan, mengarahkan, mempengaruhi, mengendalikan (pikiran, perasaan dan tingkah laku), pengorganisasian, memotivasi, kerjasama dalam hubungan (interaction), kemampuan diri, merangsang, dan membangkitkan emosi.

Kepemimpinan sebagai proses membujuk (inducting) orang-orang untuk mengambil langkah menuju suatu sasaran bersama. Definisi operasional diatas mengkategorikan tiga elemen, yaitu:
- Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (relation concept), kepemimpinan hanya ada dalam relasi dengan orang-orang lain, artinya ada pengikut, ada pemimpin, dan ada yang dipimpin. Tersirat dalam definisi ini ada premis bahwa para pemimpin yang efektif harus mengetahui bagaimana membangkitkan inspirasi dan berrelasi dengan para pengikut mereka.
- Kepemimpinan merupakan suatu
proses agar bisa memimpin, pemimpin mesti melakukan sesuatu.
- Kepemimpinan harus membujuk orang-orang lain untuk mengambil tindakan melalui berbagai cara antara lain: menggunakan otoritas yang terlegitimasi, menciptakan model (menjadi teladan), penetapan sasaran, memberi imbalan, dan hukuman, restrukturisasi organisasi dan mengkomunikasikan sebuah visi.Hasil observasi John Gordner (1986-1988), kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu posisi otoritas. Kendati posisi otoritas yang diformalkan mendorong proses kepemimpinan, tetapi sekedar menduduki posisi itu tidak memadai untuk membuat seseorang untuk menjadi pemimpin.
Menurut Terry (Principles of Management), ada 8 (delapan) teori Kepemimpinan; sbb:
1. Teori Otokratis, teori yang didasari oleh perintah-perintah, pemaksaan dan tindakan agak arbiter dalam hubungan pimpinan dengan bawahan.
2. Teori Psikologis, seorang pemimpin memberikan rangsangan kebawahannya untuk mencapi tujuan organisasi maupun tujuan mereka.
3. Teori Sosiologis, pemimpin yang mengatakan pengikut dalam organisatoris untuk menyelesaikan konflik dan menetapkan tujuan-tujuan dan pengambilan keputusan terakhir.
4. Teori Sportif, pemimpin memberikan support kepada pengikut-pengikutnya untuk meningkatkan kemampuan melakukan kerjasama dengan orang lain dan menciptakan hubungan kerja dengan baik.
5. Teori Laissez Faire, pemimpin memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada bawahan dalam hal menentukan aktivitas mereka dan ia tidak ikut berpartisipasi.
6. Teori Perilaku Pribadi, kepemimpinan dapat pula dipelajari berdasarkan kualitas pribadi ataupun pola-pola kelakuan para pemimpin
7. Teori Sifat, seorang pemimpin harus memiliki sifat yang dapat meramalkan dan menerangkan kesuksesan seseorang dalam memimpin.,
8. Teori Situasi, kepemimpinan menyatakan bahwa harus terdapat cukup banyak fleksibilitas dalam
kepemimpinan dalam menyesuaikan diri dengan berbagai macam situasi,
Lebih lanjut dinyatakan terdapat 3 (tiga) macam Teknik Kepemimpinan:
- Teknik Human Relation, merupakan proses atau kegiatan memotivasi orang yaitu keseluruhan proses pemberian (dorongan) agar orang mau bergerak.
- Teknik Menjadi Teladan, pemimpin harus dapat membatasi dan menguasai diri, tidak menyimpang dan melanggar larangan-larangan atau aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat, adanya disiplin yang kuat sehingga orang bersedia mengikuti perintah
- Teknik Persuasi dan Pemberian Perintah, berupa ajakan dalam suatu suasana dimana antara kedudukan pemimpin dan pengikut tidak terdapat batas yang jelas, ajakan dengan lunak sehingga orang mengikuti dengan kemauan sendiri dan atas tanggungjawab sendiri.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang Fungsi Kepemimpinan yaitu:
- Pengambilan Keputusan, cepat, dengan perhitungan yang cermat dan tepat dengan dukungan data yang cermat dan tepat dan informasi yang lengkap (pola sentralisasi dan desentralisasi).
- Motivasi, mendorong gairah kerja didukung oleh pegawai yang mampu, cakap, dan terampil, mau bekerja giat, berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal.
Syarat Kepemimpinan yaitu; dapat dipercaya dan dapat dijadikan panutan.Menurut Milled, ada 4(empat) persyaratan institusional dalam kepemimpinan:
- Kemampuan melihat organisasi secara keseluruhan.
- Kemampuan mengambil keputusan.
- Kemampuan melimpahkan dan mendelegasikan wewenang.
- Kemampuan menanamkan loyalitas (untuk mampu memberikan tanggapan/jawaban atas kritik-kritik, pengarahan-pengarahan atau kontrol yang datang dari luar/dalam).

Selanjutnya tipe-tipe kepemimpinan dalam pengertian pola perilaku yang ditampilkan terdapat lima tipe:
1. Otoriter; (tipe yang menonjolkan diri secara berlebihan dan sebagai penguasa tunggal),
2. Patneralistik; (sikap saling mengetahui dalam keberadaannya sebagai simbol organisasi).,
3. Laissez Faire; (tipe yang dikatakan aneh dan sulit membayangkan situasi organisasi).,
4. Demokratik; (tipe yang ideal dengan memperlakukan bawahannya secara manusiawi dan menyesuaikan teknik kepemimpinannya sesuai situasi yang dihadapi.,
5. Kharismatik; tipe yang pemimpinnya sanggup untuk mempertaruhkan reputasinya, mengambil resiko pribadi dan mempunyai komitmen yang tinggi.

Berdasarkan beberapa pandangan para ahli tersebut diatas, para ahli menyimpulkan, bahwa pemimpin yang efektif (hubungannya dengan bawahan) adalah pemimpin yang mampu meyakinkan mereka bahwa kepentingan pribadi bawahan menjadi bagian dari visi pemimpin itu serta mampu meyakinkan pula bahwa mereka punya andil untuk sama-sama mengimplementasikannya.
Pandangan ahli lainnya menyatakan bahwa tindakan memotivasi bisa dilakukan dengan cara – cara:
- Meyakinkan para bawahan bahwa visi organisasi (peran para bawahan didalamnya) adalah penting dan bisa dicapai.
- Menantang para bawahan dengan berbagai sasaran, proyeksi, tugas, dan tanggungjawab yang memungkinkan mereka mendapatkan suatu perasaan sukses dan meraih prestasi yang bersifat personal (maupun organisasional).
- Memberikan imbalan berupa penghargaan, imbalan, uang dan kenaikan jabatan kepada bawahan yang berkerja dengan baik.
Di dalam praktek sehari-hari fungsi kunci dari seorang pemimpin adalah memantapkan visi dasar (makna, misi, sasaran atau agenda) dari organisasi. Pemimpin mengspesifikasi tujuan akhir sekaligus strateginya yang paling jitu untuk mencapainya menurut Kotter, (1990). Menurut Kotter (1990); Fungsi kunci dari seorang manajer adalah mengimplementasikan visi tertentu, manajer dan para bawahan bertindak dalam suatu cara yang mendukung sarana-sarana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Secara praktek antara pemimpin dan manajer tidak ada garis demarkasi yang jelas.

Menurut John Gordner (1986-1988), para pemimpin yang efektif harus memainkan sebuah peran dalam mengimplementasikan visi sendiri. Para manajer efektif tidak harus ambil bagian dalam visi para pemimpin, tetapi juga harus mengambil tindakan sebagai seorang pemimpin untuk para bawahannya. Para manajer tingkat tinggi (eksekutif) memainkan suatu peran memformulasikan sekaligus mengimplementasikan visi organisasi.
Kepemimpinan Tranformasional Versus Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan transformasional didefinisikan oleh Bass (1985), Burens (1978), Tichy dan Depanna (1986); sebagai kepemimpinan yang melibatkan perubahan dalam organisasi (dipertentangkan dengan kepemimpinan yang dirancang untuk memelihara status quo). Ini juga didefinisikan sebagai kepemimpinan yang membutuhkan tindakan memotivasi para bawahan agar mau bekerja demi sasaran-sasaran tingkat tinggi yang dianggap melampaui kepentingan pribadinya saat itu. Kepemimpinan transaksional didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melanjutkan status quo. Kepemimpinan jenis ini juga didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan suatu proses pertukaran (exchange process) dimana para pengikut mendapatkan imbalan yang segera dan nyata untuk melakukan perintah-perintah pemimpin.
Dari beberapa literatur dapat dikemukakan bahwa Model Kepemimpinan mengandung 4 (empat) bagian kunci:
1. Motif (Motives) dari bakat (Traits) yang merupakan karakteristik dari pemimpin efektif ditemukan berbeda dari motif dan bakat bawaan non-pemimpin. Pemimpin efektif penuh inisiatif, energi dan ambisi; tekun dan proaktif dalam mengejar sasaran-sasaran mereka; punya keinginan memimpin, mereka tidak mengharapkan kekuasaan untuk maksud mendominasi orang-orang lain melainkan demi meraih sasaran tertinggi; jujur dan mempunyai integritas, mereka tidak hanya bisa dipercaya tetapi bisa mempercayai orang lain; mempunyai rasa percaya diri yang tebal dan tidak hanya memberi kesanggupan pada mereka untuk memikul tanggungjawab dan membangkitkan rasa percaya diri orang lain tetapi juga mengatasi segala situasi yang menakan dengan hati tenang; acap kali kreatif; bisa fleksibel dalam berstrategi ketika situasi memang mengharuskan bertindak seperti itu; adakalanya kharismatik tapi ini tidak esensial untuk kepemimpinan efektif.
2. Pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang berkaitan dengan kemimpinan efektif adalah; pengetahuan yang luas mengenai industri, teknologi, dan lingkungan organisasi tempat mereka bekerja dan bisa mendapatkan manfaat dari pengalaman selama bertahun-tahun; keahlian yang beragam karena adanya karakter, relasi dari kepemimpinan, maka keahlian dalam hubungan antar manusia (people skills) adalah penting. Keahlian ini meliputi mendengar, berkomunikasi verbal, membangun jaringan, manajemen konflik, penaksiran atas diri sendiri dan orang lain. Keahlian dalam memecahkan masalah mengambil keputusan dan penetapan sasaran.
3. Keahlian kognitif, terutama kepandaian, memproses informasi yang begitu banyak, memadukannya dan menarik kesimpulan logis dari itu.
Selanjutnya dinyatakan pula bahwa visi merupakan komponen vital lainnya dari kepemimpinan yang meliputi tekad (drive) para pemimpin, motivasi untuk memimpin, pengalaman, intelegensi, memberi mereka kapasitas untuk menetapkan apa yang harus diperjuangkan oleh organisasi mereka, mengartikulasikan visi tersebut dengan ringkas, mentransformasikan suatu visi strategis yang mengspesifikasi sarana untuk mencapai suatu visi tersebut dan mengembangkan komitmen diantara para pengikut.
Sedangkan gaya kepemimpinan (leadership style) meliputi; seberapa besar semangat partisipasi para pemimpin, seberapa ekspert mereka, apakah mereka sangat berapi-api atau malah amat tenang. Sedangkan esensi dasar dari kepemimpinan adalah termotivasi dan jujur, mengetahui bagaimana caranya berurusan dengan orang banyak dan mempunyai visi serta bekerja dengan tanpa kenal lelah untuk mencapainya.
Ciri-Ciri Seorang Pemimpin
Di dalam literatur kepemimpinan dan pendapat para ahli, dikemukakan bahwa ciri-ciri seorang pemimpin antara lain sebagai berikut:
- Pemimpin memiliki suatu dorongan yang sangat kuat untuk berbuat sesuatu, ia ingin maju, ia menetapkan tujuan-tujuan bagi dirinya sendiri dan tidak menyia-nyiakan usahanya untuk meraih tujuan-tujuan itu.
- Pemimpin mempunyai citra diri (self image) yang positif. Ia memandang dirinya dengan cara yang jauh dengan realistis daripada orang-orang pada umumnya. Ia memiliki pemahaman yang sangat baik tentang pandangan /penilaian orang lain terhadap dirinya.
- Pemimpin memiliki rasa percaya (self confidence) yang cukup besar. Ia percaya akan kemampuan-kemampuan dirinya, dan tidak kehilangan akal pada saat menghadapi krisis.
- Pemimpin mempunyai keberanian untuk ambil keputusan-keputusan dan berani mempertahankan keputusan-keputusannya tersebut. Ia mampu meraih kesempatan-kesempatan yang mungkin tidak terlihat orang lain.
- Pemimpin mampu membuat pertimbangan yang masak. Ia tahu bahwa keberanian dalam ambil keputusan bila tidak dibarengi dengan kemampuan membuat pertimbangan yang masak, akan sangat membahayakan. Oleh karena itu ia mengambil keputusan setelah mempertimbangkannya.
- Pemimpin bisa bergaul dengan banyak orang, seorang pemimpin harus mempunyai pengikut. Pemimpin menghargai pengikutnya, prestasi bawahan betapapun kecilnya, iapun mengakui potensi mereka untuk berkembang.
- Pemimpin memiliki empati atau kemampuan untuk ikut perasaan orang lain, mengucapkan selamat pagi kepada anak buahnya belumlah cukup, ia harus mampu memahami perasaan mereka. Ia harus memiliki wawasan yang cukup mendalam tentang motivasi bawahannya.
- Pemimpin paham, akan cara-cara membuat planning dan berorganisasi. Ia tidak melaksanakan planningnya secara acak-acakan.
- Pemimpin menetahui cara mendelegasikan wewenang. Ia tidak terlalu berurusan dengan detail-detail yang seharusnya ditangani oleh para bawahannya.
10. Pemimpin mampu memberi dan menjalankan perintah. Jika kedudukannya bukanlah yang tertinggi, berarti ia bukan saja sebagai seorang pemimpin tetapi juga sebagai bawahan.
11. Pemimpin mampu berkomunikasi dengan baik keatas maupun kebawah. Bawahan-bawahannya mengerti akan yang ia katakan dan mereka akan menghargai keterusterangan atau keterbukaan.
12. Pemimpin berkembang di dalam tugasnya dan mengembangkan diri di dalam tugas-tugas yang baru, dengan demikian kemampuannya tidak menjadi usang dari tahun ketahun. Ia berperilaku sesuai dengan usianya, tetapi tetap berjiwa muda.
13. Pemimpin mengkombinasikan kemampuan yang ada di dalam dirinya kedalam suatu kesatuan yang terpadu.
14. Pemimpin mempunyai perangkat nilai-nilai yang sudah mapan, ia tahu apa yang ingin dia peroleh dari hidup tetapi ia juga tahu apa yang harus ia berikan untuk kehidupan ini, ia memiliki rasa tangungjawab baik yang bersifat peribadi, profesional, lokal maupun internasional. Sekarang akan kita ungkap Kepemimpinan Indonesia, Di dalam sejarah kehidupan kebangsaan Indonesia, kita melihat beberapa kepemimpinan yang diterapkan pada masyarakat baik pada masa kerajaan, sampai pada masa penjajahan, dan masa kemerdekaan hingga kini.
Kepemimpinan Tradisional
Pada masa kerajaan dan pra-kerajaan kita mengenal kepemimpinan spiritual dan tradisional, para pemimpin tidak dipengaruhi oleh nafsu kebendaan dan ambisi pribadi lainnya seperti harta, tahta dan wanita. Tidak menonjolkan diri, sangat berwibawa, didengarkan, tindakannya selalu sejalan dengan momentum dari situasi, tenang dan penuh kedamaian karena tidak ada yang dia kejar dan tidak ada yang dia ingin capai. Kepemimpinannya berjalan mantap dan tanpa gejolak apapun, tidak mencari pengaruh atau pengikut, orang-orang yang datang karena mengagumi kepribadiannya dan sikapnya mampu menciptakan persatuan dan kesatuan, keterpaduan dan ketertiban, keharmonisan, loyalitas dan keadilan bagi semua orang yang dipimpinnya. Secara teoritis pada masa itu hasil pengamatan dan penelitian para ahli mengemukakan bahwa terdapat kriteria para pemimpin yang baik dengan unsur-unsur ramah terhadap lingkungannya, enggan menggunakan kekuasaan dan pemaksaan, bersikap sadar dan mengayomi, bijaksana dan penuh kasih sayang, tenang dan sabar, melindungi, sikap sederhana dan rendah hati, pribadinya responsif, bersiap spontan dan terbuka, berpikiran jernih, langkah tindakannya transparan, memiliki keluarga yang harmonis, dan pada umumnya mampu melihat kesempatan dengan jelas dimana orang lain tidak mampu melihatnya (genius) serta arif dan bijaksana artinya mampu melihat mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dijalani, tidak mau melanggar aturan dan tidak bertindak sewenang-wenang. Lebih lanjut dikemukakan pula bahwa kepemimpinan pada masa tersebut memelihara empat sikap dalam diri seorang pemimpin; 1) Sedang, tidak sedih dan tidak senang (kearifan).2) Kedamaian, tidak dibebani dengan nafsu keinginan.3) Ketenteraman, tidak memiliki suka atau tidak suka.4) Kejernihan pikiran, tidak bingung dengan permasalahan.Berdasarkan pemahaman tersebut diatas, dapat ditarik benang merahnya bahwa sudah pernah diterapkan kepemimpinan yang baik dan didukung dengan memelihara sikap dalam diri seorang pemimpin.
Kepemimpinan Warisan Leluhur Bangsa
Negara merupakan tatanan demokrasi untuk mencapai tujuan negara, tata tentrem kerta raharja, yaitu negara yang teratur, aman, tenteram, adil, makmur, dan sejahtera. Kepemimpinan dengan pendekatan dan warisan budaya leluhur yang dikenal dengan “Hastabrata”. Merupakan ajaran kepemimpinan berdasarkan makna dan sifat perilaku yang dilambangkan di dalam simbol-simbol alam dan filosofi Jawa. Hasta artinya Delapan, Brata artinya sikap atau perilaku. Bagaimana bersikap yang baik bagi seseorang pemimpin untuk mencapai negara yang Tata Tenteram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi:1) Surya, yaitu matahari; senantiasa memancar untuk menumbuh kembangkan gaya hidup rakyat.2) Candra, yaitu bulan; sifat cahaya bulan, yang lembut pada kegelapan malam, menyentuh hati dan menumbuhkan semangat serta membangkitkan harapan.3) Kartika,yaitu bintang; jadi pedoman arah dan perjalanan serta dapat memberi keteladanan yang baik.4) Angkasa, yaitu langit; sifat langit luas, tidak terbatas dan dapat menampung apa saja yang datang, terbuka, mengendalikan diri, sabar, dan mendengar semua keluhan rakyat.5) Dahana, yaitu api; memiliki kemampuan dahsyat yang bisa menghancurkan, berwibawa, tegas dan berani, menegakkan kebenaran dan keadilan dalam masyarakat, Bangsa dan Negara.6) Maruta, yaitu angin; sifat angin selalu ada dimana-mana saja, selalu dekat dengan rakyat, memahami dan menyerap serta melaksanakan aspirasi dan harapan rakyat maupun kehendak rakyat.7) Samudra, yaitu laut; sifat laut luas dan dalam, yang selalu mempunyai permukaan rata dan sejuk, mampu, arif, bijaksana, adil dan memberikan kasih sayang kepada rakyat.8)Bumi, yaitu tanah; sifat tanah selalu bermurah hati, memberikan hasil kepada siapa saja yang mengolah dan memilikinya. Mampu bersikap teguh, bermurah hati, selalu berusaha melaksanakan, tidak mengecewakan kepercayaan rakyat.
Kepemimpinan Filosofi Jawa
Asas kepemimpinan dengan filosofi Jawa yaitu:1) Taqwa sebagai wujud taat kepada Tuhan Yang Maha Esa.2) Ing Ngarso Sung Tulodo (memberi keteladanan, Ing Madyo Mbangun Karso, (memberi semangat), Tut Wuri Handayani (memberi dorongan).,3) Waspodo Purbo Wisesa (waspada).,4) Ambeg Paramarta (mendahulukan yang penting), Satya (setia), Geminastiti (sederhana), Blaka (terbuka), dan Legawa (keikhlasan). Kepemimpinan dengan menerapkan filosofi Jawa cenderung dapat mengakomodir dinamika pluralitas masyarakat dalam suatu lingkungan tertentu, sehingga memiliki Bargaining Position dalam kepemimpinan Indonesia.
Kepemimpinan Pancasila
Pada masa kemerdekaan dalam rangka kepemimpinan aparatur negara, dan pegawai negeri ditingkatkan kepemimpinan yang beridiologi Beridiologi Pancasila, yang memiliki wibawa dan daya yang mampu untuk membawa serta dan memimpin masyarakat lingkungannya kedalam kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Idiologi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Beberapa prinsip utama dari kepemimpinan Beridiologi Pancasila dimantapkan melalui pembinaan kepemimpinan aparatur negara, seperti: 1. Ing Ngarso Sung Tulodo, yang berarti seorang pemimpin harus mampu lewat sikap dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan orang-orang yang dipimpinnya.2. Ing Madyo Mangun Karso, seorang pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang-orang yang dipipimpinnya.3. Tut Wuri Handayani, seorang seorang pemimpin mendorong orang-orang yang diasuhnya agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggungjawab.Menurut Ginanjar Kartasasmita (1997:191) dalam bukunya: Administrasi Pembangunan Perkembangan dan Prakteknya di Indonesia.
Nilai nilai luhur kepemimpinan beridiologi pancasila yaitu: 1.Berwibawa., 2.Jujur., 3.Terpercaya., 4.Bijaksana., 5.Mengayomi. 6.Berani. 7.Mawas diri. 8.Mampu melihat jauh kedepan. 9. Berani dan mampu mengatasi kesulitan. 10. Bersifat wajar. 11. Tegas dan bertanggungjawab atas keputusan yang diambil. 12.Sederhana. 13. Penuh pengabdian kepada tugas. 14. Berjiwa besar dan mempunyai sifat ingin tahu. 15.Bersifat melayani. 16. Berorientasi kepada kepentingan umum.
Permasalahan yang kita hadapi saat ini adalah kondisi empiris masyarakat Indonesia adalah memudarnya rasa malu, mula-mula sedikit menyimpang, hingga akhirnya benar-benar menyimpang, mulai membohong, membuat kwitansi fiktif, mark-up proposal sampai puncaknya adalah manipulasi tanpa batas. Berkenaan dengan itu para pakar mengemukakan bahwa perlu dilakukan upaya pembentukan watak dengan pola bottom-up, diawali dari diri sendiri, lalu meningkat ke keluarga, lingkungan, masyarakat dan terakhir adalah bangsa; pendekatan perbaikan karakter bangsa; kondisi tersebut merapuhkan cita-cita negara, dan tidak akan dapat diwujudkan nilai kehidupan yang dicita – citakan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara adalah wadah yang mempersatukan bangsa secara nyata sebagai lembaga tertinggi yang menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan masyarakat untuk hidup wajar agar mereka dapat mengembangkan hidup sesuai harkat dan kepribadian mereka sendiri.
Dengan modal potensi yang kaya seperti letak geografis, kekayaan alam, jumlah penduduk, keragaman masyarakat, perangkat ketatanegaraan, perundang-undangan dan tonggak-tonggak sejarah bangsa yang menunjukan kebesaran Indonesia sebagai bangsa yang besar . Dengan berlandaskan pada sejarah bangsa seperti; zaman kesadaran Boedi Utomo, Pergerakan Nasional, Perjuangan (Revolusi Indonesia Merdeka), Zaman Survival dan Pembangunan Jatidiri dan Zaman Pembangunan Nasional. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 memberikan banyak warisan dan prestasi sejarah yang diukir diatas kesadaran sebagai bangsa yang majemuk baik masyarakat, suku, agama, daerah, serta budayanya. Diatas keberagaman inilah kemudian dirumuskan faham kebangsaan yang mampu mengatasi sendi dan faham Golongan, Suku, Agama, Budaya, Ras dengan kerangka acuan Pancasila yang terbuka, fleksibel, dan secara kritis, selektif, adaptif, sehinga menjadi kerangka acuan kebersamaan, keragaman sekaligus memperoleh tempatnya yang syah dan betah (feel at home).Lebih lanjut dikemukakan pula bahwa berkat Pancasila pula, ketika orang-orang mencari formula bagaimana menanggapi perubahan zaman dalam tataran ideologi dan pandangan hidup bermasyarakat, kita cukup menyegarkan dan mengaktualisasikannya kembali.
Didalam ideologi dan pandangan hidup Pancasila ada tempat bagi keseimbangan yang dinamis dan progresif antara individu dan masyarakat, antara material dan spiritual, antara kerakyatan dan kepemimpinan, antara akar dan jatidiri. Pancasila pada hakekatnya adalah moral, moral bangsa Indonesia yang mengikat seluruh warga masyarakat baik sebagai perorangan maupun sebagai kesatuan bangsa, oleh karena itu Pancasila memberi tempat sebesar-besarnya kepada terbangunnya Civil Society masyarakat beradab dan terbuka. Lebih jauh dikemukakan pula pandangan bahwa reformasi merupakan suatu bentuk perubahan dari yang lama menjadi bentukan baru, tetapi bukan harus memporak-porandakan apa yang sudah ada, menapikkan peran Pancasila sebagai ideologi dan pandangan hidup bangsa tanpa kita sadari bahwa kita kembali pada titik nol. Dalam literatur Wawasan Kebangsaan dijelaskan bahwa dalam sejarah bangsa Indonesia berkat fungsinya Pancasila sebagai pandangan hidup dan sikap itu kita dapat membangun dan memelihara kestabilan, mengembangkan politik dan ekonomi dengan visi baru terlebih lagi antara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 telah menjadi satu kesatuan yang tidak mungkin lagi dipisahkan. Pancasila telah terumuskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, negara Pancasila yang hendak kita wujudkan adalah negara hukum yang demokratis, berorientasi pada kesejahteraan rakyat yang berkedaulatan rakyat, sebagai moral yang mengikat semua warga bangsa Indonesia. Pancasila mengatur sikap dan tingkah laku bangsa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, tanah air, dan Pemerintahan Negara pada umumnya dalam mencapai kesejahteraan.Karena Pancasila sebagai dasar negara, berarti moral Pancasila menjadi moral negara dalam arti moral yang mengikat negara. Konsekuensinya adalah negara tunduk pada moral dan wajib mengamalkannya. Lebih lanjut, ditegaskan pula bahwa Pancasila juga merupakan komponen utama yang mewarnai jatidiri bangsa Indonesia yang meliputi; sistem nilai, value system, sikap pandang (attitude) dan perilaku (behaviour). Implementasinya terlihat/tercermin pada cara orang Indonesia berfikir, cara orang Indonesia berkata-kata, dan cara orang Indonesia bertidak, sehingga bangsa kita diharapkan untuk dapat menyatukan rasa (nilai), cipta (sikap), dan karsa (perilaku). Manusia Indonesia memiliki independent will (anugerah Tuhan), jadi manusia yang memanfaatkan lingkungannya dan tidak menyerah pada lingkungannya. Manusia Indonesia memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki cinta tanah air, memiliki rasa persatuan dan kesatuan, mendambakan kerukunan dan kebersamaan, meyakini adanya kesamaan hak (tidak ada dominasi yang satu terhadap yang lain), ramah tamah, sopan santun, dan tolong menolong. Manusia Indonesia memiliki kepribadian yang mengacu pada sistem Pancasila harus dapat dilihat secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Kepribadian yang berakar tumbuh dan berkembang menjadi ketahanan pribadi niscaya tidak akan mudah goyah ataupun berubah kendati digoncang berbagai pengaruh dalam segala bentuknya. Pancasila diharapkan dapat dipahami, dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-harinya dengan mengimplementasikan ke-lima silanya. Dari keluhuran nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut secara alamiah para pakar mengemukakan terdapat 3 (tiga) kategori pemimpin, yaitu: 1) Orang yang dilahirkan menjadi pemimpin, 2) Orang berkesempatan menjadi pemimpin, dan 3)Orang yang sedang mencari jalan dan menemukan jatidirinya untuk menjadi pemimpin.
Bertolak dari pemahaman tersebut diatas pada butir III, dapat diilustrasikan bahwa berdasarkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila dan kepemimpinan tradisional, kepemimpinan warisan leluhur, kepemimpinan budaya dan filosofi Jawa, dapat dipandang sebagai persyaratan umum kepemimpinan Indonesia. Sedangkan persyaratan khusus kepemimpinan Indonesia adalah:1. Beriman dan bertaqwa yang terpancar dalam sikap moral, akhlak yang mulia dan karakter yang terpuji sehingga menjadi jatidiri.2. Memiliki kepemimpinan yang telah teruji termasuk didalamnya harus memiliki visi yang jelas.3.Memiliki wawasan sebagai faktor panduan harmonis dari kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional serta kecerdasaan spiritual.4. Memiliki keluarga yang sakinah, mawadah dan warrahmah.5.
Memiliki kesehatan jasmani yang memadai dengan mendapat dukungan/kepercayaan dari rakyat. Kondisi empiris kepemimpinan Indonesia sejak zaman kemerdekaan kita memiliki kepemimpinan sebagai berikut:
1. Pada awal kemerdekaan kita memiliki pemimpin yang dicintai dan sekaligus diagungkan bahkan sampai dengan saat ini.
2. Pada zaman pembangunan nasional jangka pendek maupun jangka panjang kita dianugerahi pemimpin yang ditakuti.
3. Pada zaman reformasi, demokratisasi dan otonomi daerah kita dianugerahi pemimpin yang diejek, dicemoohkan, dan bahkan dihujat. Hal ini menurut analisis saya “barangkali kondisi tersebut dipengaruhi oleh sistem, kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi dan globalisasi, serta reformasi dan demokratisasi, bahkan mungkin Otonomi Daerah dan Desentralisasi. Dilihat dari perkembangan secara umum (alamiah) manusia itu sembrono di waktu masih kanak-kanak, keras kepala sewaktu dewasa, dan menjadi serakah di waktu tua, atau “ada pengaruh lingkungan dengan siklus kehidupan alami manusia seperti pandangan para normal, siklus 25 tahunan”.Dengan demikian, kepemimpinan khas Indonesia yang dirajut dari butir III diatas, adalah kita membutuhkan seorang pemimpin yang unggul, dengan etos kerja profesional dan etis visioner.
Kriteria Kepemimpinan dengan etos kerja profesional meliputi:
1. Memahami dan mendalami tahap perkembangan kesadaran kebangsaan Indonesia mulai dari tahap pertama (1908-1919), tahap ke-dua, (1914-1942), tahap ketiga, (1942-1945), tahap ke-empat (1945-1946), dan (1946-1949), tahap ke-lima (1950-1998), tahap ke-enam (1998-1999), tahap ke-tujuh (1999-2001), tahap ke-delapan (2001-2004), tahap ke-sembilan (2004-2009), dan seterusnya.
2. Memahami wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; pertama sejak tahun 1945; yang ke-dua tahun 1949, ke-tiga 1963 dan 1969, ke-empat 1975-1999, ke-lima 1999- sekarang.
3. Memahami dan mendalami esensi, fungsi dan proses berdirinya negara.
4. Memahami proses berdirinya dan berfungsinya proses negara yang mantap.
5. Memahami dan mendalami kompleksitas masalah substantif dalam pembentukan bangsa dan Negara Repubik Indonesia yang bermasyarakat majemuk.
6. Pendalaman dan memahami Negara Kesatuan Indonesia sebagai konteks dimensi praktis.
Sedangkan Kriteria Kepemimpinan yang visioner meliputi:
1. Memahami dan mampu mengambil esensi dari kepemimpinan tradisional dengan dilandasi oleh pemahaman dan memelihara sikap dalam diri seorang pemimpin.
2. Memahami dan mampu mengambil esensi dari kepemimpinan warisan leluhur bangsa (Hastabrata).
3.Memahami dan mampu mengambil esensi dari kepemimpinan filosofi Jawa.
4. Memahami dan mampu memaknai esensi dari kepemimpinan Pancasila.
Adapun kriteria kepemimpinan etis, mampu memahami dan menghayati kondisi dan kodrati kehidupan manusia secara alamiah dengan dilandasi oleh pemaknaan akan perkembangan lingkungan strategis sebagai berikut:
1.Mampu memahmi dan menghayati “Ilmu Padi”.
2.Mampu memahami dan menghayati “Ilmu Panen”.
3.Dan lain-lain, sesuai dengan lingkungan strategis pluralitas masyarakat Indonesia.Tulisan ini diambil dari buku Sososiologi pemerintahan dalam propekstip pelayanan .Prof. Dr. Drs. H. I. Nyoman Sumaryadi, Msi. Yang sekarang menjabat Ketua STIP-AN (Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Abdi Negara) Lenteng Agung Jakarta.dan ditulis kembali oleh Dr,Joko Susilo Raharjo Watimena ,S.PdI.MM. Wartawan Aspirasi Publik, Dosen di STIP-AN dan Redaksi Media Aspirasi Publik yang sekarang sedang menyelesaikan program Doktoral di IPDN Oberlian Sinaga, SH., SE., MM. Tujuan kami, menulis dan publikasikan adalah sebagai pembelajaran dan sumbangsih secara keilmuan untuk kepentingan bangsa dan negara tercinta terutama untuk seluruh rakyat indonesia. Kami rindu Pemimpin yang beritegeritas, berwawasan, jujur dan beridiologi pancasila. Kami Menanti Kepemimpinan Beridiologi Pancasila dan Kepemimpinan Astabrata yang mampu menerapkan dan mengartikulasikan Kepemimpinan Profesional, Kepemimpinan Visioner, dan Kepemimpinan yang Etis dengan keanekaragaman Suku, Ras, Agama dan Kepercayaan serta keanekaragaman budaya. Menuju Masyarakat Adil dan Makmur. (OBE & JSRW)