Jakarta, aspirasipublik.com – Selasa, 13 Juni 2023 – Sebuah gugatan diajukan oleh warga Dairi terhadap Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) terkait izin lingkungan yang diberikan kepada PT Dairi Prima Mineral (DPM), perusahaan pertambangan seng dan timbal. Warga Dairi mengklaim bahwa izin tersebut membahayakan nyawa ratusan ribu penduduk di wilayah tersebut. Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait “Kelayakan Lingkungan Hidup kegiatan pertambangan seng dan timbal PT Dairi Prima Mineral (DPM) di Kecamatan Silima Pungga Pungga, Kabupaten Dairi” baru diketahui oleh warga pada tanggal 18 November 2022. Penerbitan izin lingkungan ini tidak dilakukan secara transparan oleh pemerintah, dan warga baru mengetahuinya setelah diundang oleh Pemerintah Kabupaten Dairi untuk sosialisasi mengenai Surat Keputusan Menteri tersebut.
PT DPM merupakan perusahaan patungan antara Bumi Resources dan China Nonferrous Metal Industry’s Foreign Engineering and Construction Co., Ltd (NFC), perusahaan milik negara asal China. Warga menolak rencana pertambangan ini karena mengancam nyawa ratusan ribu orang di Kabupaten Dairi, Pakpak Bharat di Sumatera Utara, hingga Aceh Singkil, Provinsi Aceh. Mereka berpendapat bahwa penerbitan izin oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan adanya kebohongan dari pemerintah kepada masyarakat Dairi. Pada audiensi tanggal 24 Agustus 2022, Kementerian KLHK menyatakan bahwa izin lingkungan untuk PT DPM belum diterbitkan, sehingga hal ini menunjukkan bahwa pemerintah lebih mengutamakan investasi daripada suara dan keselamatan masyarakat.
Ompung Gideon, seorang warga Dairi, mengungkapkan kekecewaannya terhadap pemerintah dengan menyatakan, “Pemerintah tidak memiliki kepedulian terhadap masyarakat. Terbukti dengan dikeluarkannya izin lingkungan PT DPM oleh KLHK. Padahal kami masyarakat sudah sering meminta kepada KLHK agar tidak memberikan izin. Kehadiran PT DPM membuat kami khawatir karena 80% masyarakat hidup dari pertanian, bukan pertambangan. Kami tahu bahwa pertanian tidak pernah bisa berdampingan dengan pertambangan.”
Lokasi pertambangan PT DPM berada di kawasan risiko tinggi bencana alam, dekat dengan jalur Megathrust di Asia dan Sumatera. Selain mengancam jiwa, kehadiran pertambangan PT DPM juga akan mengubah lingkungan, sosial, dan budaya masyarakat di Kabupaten Dairi. Ali R. dari Sajogyo Institute mengungkapkan, “Ada dua dampak kehadiran PT DPM di Dairi. Pertama, terhadap lingkungan dan penghidupan warga di sekitar lokasi tambang. Kedua, terhadap hubungan antar warga di sana. Dampak terhadap penghidupan dan lingkungan berpotensi terjadi saat PT DPM mulai beroperasi, dan dampak ini sangat berat dan sulit untuk dipulihkan. Selain itu, dampak terhadap hubungan antar warga juga sudah mulai terasa, dengan munculnya konflik dan perpecahan antara mereka yang mendukung dan menolak. Pemerintah membiarkan situasi ini dan warga yang harus menanggung dampaknya.”
Ketidakterbukaan pemerintah dalam penerbitan Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup untuk PT DPM menunjukkan adanya pelanggaran substansi dan prosedur yang dilakukan oleh pemerintah. Saat ini, pemerintah dianggap mengambil risiko dengan mengabaikan keselamatan warga dan lingkungan. Tindakan ini dianggap sebagai kejahatan negara yang harus ditolak. Warga Dairi berharap agar negara bertanggung jawab dan mendukung kehidupan masyarakat Dairi dengan mengembangkan sektor pertanian dan melindungi hak-hak mereka sebagai petani yang menjadi penopang ketersediaan pangan.
Saat ini, warga Dairi telah mengajukan gugatan terkait izin lingkungan PT DPM ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Jakarta. Keputusan mengenai gugatan ini sangat penting bagi masa depan warga yang tinggal di daerah yang direncanakan untuk pertambangan PT DPM. Warga menegaskan bahwa kehadiran PT DPM bukanlah keinginan dari awal. Mereka berpendapat bahwa tambang DPM yang berada di zona gempa dengan risiko tinggi sama artinya dengan mengundang bencana yang akan membunuh ratusan ribu orang di Dairi. Warga Dairi meminta agar Dairi tidak menjadi korban tambang seperti kasus Lapindo.
Pada Jumat, 9 Juni 2023, koalisi masyarakat sipil yang solidaritas dengan perjuangan warga Dairi mengirimkan surat desakan kepada Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk memantau proses persidangan yang sedang berlangsung. Mereka menginginkan agar Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung aktif mengawasi proses peradilan ini, mengingat bahwa yang digugat oleh warga Dairi adalah lembaga negara dan korporasi besar. Hal ini penting untuk memastikan independensi majelis hakim agar tidak terjadi keberpihakan atau intervensi yang bias, serta untuk menjaga marwah peradilan agar tetap berpihak pada keadilan, kesejahteraan dan keselamatan rakyat, bukan kepentingan korporasi. (Gun)