Minggu, Februari 16, 2025
- Advertisement -spot_img
BerandaBeritaFLI Pertanyakan Legalitas Pemanfaatan Air Tanah, Pihak Perusahaan Tidak Menjawab

FLI Pertanyakan Legalitas Pemanfaatan Air Tanah, Pihak Perusahaan Tidak Menjawab

spot_img

Jakarta, aspirasipublik.com – Pada hari Senin, (24/10/2022) organisasi pemerhati lingkungan hidup Forum Lestari Indonesia (FLI) melakukan peninjauan ke lokasi usaha pemanfaatan air tanah “Dolphin” yang beralamat di Jl. Raya Tapos, Kec. Tapos, Kota Depok, Prov. Jawa Barat.

Sekjen Dewan Pimpinan Pusat (DPP) FLI, Andrian S. Pohan mengatakan pada saat Tim FLI melakukan konfirmasi kepada salah seorang pengawas usaha pemanfaatan air tanah tersebut yang bersangkutan tidak bisa menjawab mengenai kelengkapan dokumen Surat Izin Pemanfaatan Air Tanah (SIPA). Hanya memberikan keterangan bahwa usaha tersebut sudah berjalan kurun waktu setahun lebih.

“Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, bahwa setiap pelaku usaha tersebut wajib memiliki Surat Izin Pemanfaatan Air Tanah. Mengingat bisa berdampak pada terjadinya kerusakan lingkungan hidup” ujarnya di Jakarta, Kamis (5/1/2023).

Atas temuan ini, FLI melalui tim advokasi akan melakukan teguran tegas dengan segera melaporkan secara resmi ke pihak penegak hukum untuk memberikan teguran sesuai perundang-undangan yang berlaku.

Agar pihak perusahaan tidak mengabaikan aturan yang berlaku demi keselamatan dan kelestarian lingkungan hidup.

Selanjutnya, laporan pengaduan ini juga disampaikan kepada otoritas tertinggi yang memiliki kapasitas dan kewenangan untuk menindak perusahaan yang diduga nakal agar ditertibkan secara khusus ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, tutupnya.

Air merupakan salah satu hal yang paling dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk dapat tetap bertahan hidup.

Keberadaan sumber air bahkan menjadi kebutuhan yang paling utama bagi masyarakat di berbagai negara, khususnya mereka yang mengalami krisis air.

Air sendiri digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk berbagai macam jenis kegiatan.

Air terdiri dari berbagai macam jenis, mulai dari air laut, air sungai, air hujan, dan air tanah.

Air tanah dapat dibilang memiliki peranan yang paling penting bagi kehidupan karena berguna bagi keseimbangan alam, kebutuhan industri, sampai kebutuhan rumah tangga.

Di Indonesia sendiri terdapat pajak air tanah. Pajak air tanah sendiri merupakan pajak yang cukup prospektif, dikarenakan pemanfaatan air tanah yang terus meningkat dari waktu ke waktu.

Selain dimanfaatkan oleh masyarakat umum, banyak perusahaan yang mulai memanfaatkan air tanah untuk kebutuhannya.

Sehingga pemerintah menetapkan pajak air tanah untuk membatasi penggunaannya.

Pasal 1 angka 33 UU PDRD, menyebutkan pajak air tanah merupakan pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

Air tanah sendiri didefinisikan sebagai air yang berada dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.

Objek pajak air tanah berdasarkan Pasal 67 ayat (1) UU PDRD adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

Tetapi tidak semua pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah dapat dikenakan pajak. Ada dua hal yang tidak termasuk objek pajak air tanah.

Pertama, pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah untuk keperluan dasar rumah tangga, peribadatan, serta pertanian dan perikanan rakyat.

Kedua, pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah lainnya yang diatur dalam peraturan daerah.

Terkadang pemerintah kabupaten/kota mengecualikan beberapa jenis pajak air tanah sebagai objek pajak. Sebagai contoh, di wilayah DKI Jakarta, selain yang diatur oleh UU, pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Air tanah yang digunakan untuk keperluan pemadaman kebakaran juga dikecualikan dari objek pajak air tanah.

Subjek pajak air tanah adalah orang atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

Sementara itu, wajib pajak air tanah adalah pihak yang melakukannya. Besaran pajak air tanah ditetapkan dalam UU DPRD dengan tarif paling tinggi 20%. Tarif pajak ini ditentukan dengan detail oleh masing-masing pemerintah daerah sesuai dengan potensi pajak yang dimiliki. Pemerintah daerah sendiri tidak diperbolehkan untuk melebihi batas maksimum tarif yang telah ditentukan dalam UU PDRD.

Jika terjadi benturan dikarenakan tarif yang ditetapkan lebih tinggi dari UU PDRD, maka peraturan yang lebih rendah akan dikesampingkan. (Al)

spot_img
POPULER
BACA JUGA
spot_img