Penulis Dr Joko Susilo Raharjo Watimena, S.PdI,M.M. Dosen tetap di STIPAN lenteng Agung Jakarta selatan dan wartawan Aspirasi Publik yang terlahir kedua orang tuanya penyandang disabilitas Tunanetra
Hari ini bertepatan dengantanggal 3 Desember 2022 dimana seluruh dunia memperingati peringatan Hari Disabilitas Internasional atau the United Nations International Day of Persons with Disabilites/ UN IDPD),Hal tersebut didasarkan pada Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa 47/3 pada tahun 1992 berarti sekarang sudah 30 tahun berjalan ,Tujuan dari peringatan ini adalah untuk mengembangkan wawasan masyarakat akan persoalan-persoalan yang terjadi berkaitan dengan kehidupan para penyandang cacat. Selain itu, peringatan tersebut bertujuan untuk memberikan dukungan demi meningkatkan martabat, hak, dan kesejahteraan para penyandang cacat. ‘Memberdayakan penyandang disabilitas dan memastikan inklusivitas dan kesetaraan’ menjadi tema untuk peringatan hari cacat internasional yang diusung oleh PBB.
Untuk di Indonesia Penyandang Disabilitas belum mendapat tempat di masyarakat, Kehadirannya masih dipandang sebelah mata. Keterbatasan yang dimiliki, membuat mereka dianggap sebagai kelompok yang lemah, tidak berdaya dan hanya perlu mendapatkan belas kasihan. Hak-hak mereka sebagai manusia seringkali diabaikan. Mulai dari hak untuk hidup, hak untuk memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan hingga hak kemudahan mengakses fasilitas umum. Padahal Undang-undang Dasar UUD 1945, sudah dengan tegas menjamin para penyandang disabilitas. Setidaknya dalam Pasal 28H ayat (2) UUD 45, menyebutkan bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
Selain itu pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi Convention On The Rights Of Persons With Disabillities, pada 2011 lalu yang tertuamg dalam Undang-undang No 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas). Indonesia merupakan negara ke-107 yang meratifikasi konvensi tersebut. Dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 2001 diatur tentang hak-hak para penyandang disabilitas. Mulai dari hak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan yang kejam tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia, hingga hak untuk bebas dari eksploitasi, kekerasan dan perlakuan semena-mena. Selain itu, penyandang disabilitas juga berhak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan fisiknya berdasarkan kesamaan dengan orang lain, termasuk di dalamnya hak untuk mendapatkan pelindungan dan pelayanan sosial dalam rangka kemandirian, serta dalam keadaan darurat. Untuk menjamin pemenuhan hak penyandang disabilitas, pemerintah menerbitkan Undang-undang Nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. Adanya undang-undang penyadang disabilitas tersebut, tidak saja menjadi payung hukum bagi penyandang disabilitas, tapi jaminan agar kaum disablitas terhindar dari segala bentuk ketidakadilan, kekerasan dan diskriminasi.
Secara garis besar, Undang-Undang Penyandang Disabilitas mengatur mengenai ragam Penyandang Disabilitas, hak Penyandang Disabilitas, pelaksanaan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas. Dengan begitu, nantinya adanya undang-undang tersebut, akan memperkuat hak dan kesempatan yang lebih baik bagi penyandang disabilitas . Mulai dari hak hidup, hak mendapatkan pekerjaan yang layak, pendidikan yang lebih baik dan kemudahan mengakses fasilitas umum. Terkait penyandang disabilitas, diatur dalam pasal 1 UU Nomor 8 tahun 2016. Disana disebutkan, bahwa penyadang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasn fisik, intelektual, mental atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitasn untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainya berdasarkan kesamaan hak. Dan ketentuan secara umum dalam keterangan UU no 8 Tahun 2016 tersebut : Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Hak asasi manusia sebagai hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia bersifat universal, perlu dilindungi, dihormati, dan dipertahankan, sehingga Pelindungan dan hak asasi manusia terhadap kelompok rentan, khususnya Penyandang Disabilitas. Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas merupakan kewajiban negara. Hal ini juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, sehingga masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk menghormati hak Penyandang Disabilitas. Penyandang Disabilitas selama ini mengalami banyak Diskriminasi yang berakibat belum terpenuhinya pelaksanaan hak Penyandang Disabilitas. Selama ini, pengaturan mengenai Penyandang Disabilitas diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, tetapi pengaturan ini belum berperspektif hak asasi manusia. Materi muatan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat lebih bersifat belas kasihan (charity based) dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas masih dinilai sebagai masalah sosial yang kebijakan Pemenuhan haknya baru bersifat jaminan sosial, rehabilitasi sosial, bantuan sosial, dan peningkatan kesejahteraan sosial. Penyandang Disabilitas seharusnya mendapatkan kesempatan yang sama dalam upaya mengembangkan dirinya melalui kemandirian sebagai manusia yang bermartabat. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas) tanggal 10 November 2011 menunjukkan komitmen dan kesungguhan Pemerintah Indonesia untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak Penyandang Disabilitas yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan Penyandang Disabilitas. Dengan demikian, Penyandang Disabilitas berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan martabat manusia, bebas dari eksploitasi, kekerasan dan perlakuan semena-mena, serta berhak untuk mendapatkan Penghormatan atas integritas mental dan fisiknya berdasarkan kesamaan dengan orang lain, termasuk di dalamnya hak untuk mendapatkan Pelindungan dan pelayanan sosial dalam rangka kemandirian, serta dalam keadaan darurat. Oleh karena itu, Pemerintah berkewajiban untuk merealisasikan hak yang termuat dalam konvensi, melalui penyesuaian peraturan perundang-undangan, termasuk menjamin Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas dalam segala aspek kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan, politik dan pemerintahan, kebudayaan dan kepariwisataan, serta pemanfaatan teknologi, informasi, dan komunikasi. Jangkauan pengaturan dalam Undang-Undang ini meliputi Pemenuhan Kesamaan Kesempatan terhadap Penyandang Disabilitas dalam segala aspek penyelenggaraan negara dan masyarakat, Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas, termasuk penyediaan Aksesibilitas dan Akomodasi yang Layak. Pengaturan pelaksanaan dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas bertujuan untuk mewujudkan taraf kehidupan Penyandang Disabilitas yang lebih berkualitas, adil, sejahtera lahir dan batin, serta bermartabat. Selain itu, pelaksanaan dan Pemenuhan hak juga ditujukan untuk melindungi Penyandang Disabilitas dari penelantaran dan eksploitasi, pelecehan dan segala tindakan diskriminatif, serta pelanggaran hak asasi manusia. Undang-Undang ini antara lain mengatur mengenai ragam Penyandang Disabilitas, hak Penyandang Disabilitas, pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas, koordinasi, Komisi Nasional Disabilitas, pendanaan, kerja sama internasional, dan penghargaan.
Dari uraian dasar hukum tersebut diatas dan hari ini merupakan hari Disabilitas internasional saya penulis Dr Joko Susilo Raharjo Watimena ,S.PdI,M.M. Dosen tetap di STIPAN lenteng Agung Jakarta selatan dan wartawan Aspirasi Publik yang terlahir dari kedua orang tuntunanetra merasa terpanggil untuk membuat tulisan ini ,menurut penulis yang selama ini hidup yang dengan kedua orang tua saya tunanetra ,Pemerintah perlu memikirkan juga para putra putri penyandang disabiltisa khususnya tunanetra agar pemerintah memberikan satu kebijakan khusus bagi para putra putri penyandang disabilitas diberikan pendidikan secara gratis sampai tingkat pendidikan terakhir yaitu program Doktor, Kenapa saya menulis ini karena betapa sulitnya saya dalam pendidikan dari sekolah dasar sampai S3 ,dengan perjuangan yang betul betul harus saya alami terakhir saya selesaikan S3 di IPDN mendapat bantuan dana dari gubernur NTB Dr. H. Zulkieflimansyah, S.E., M.Sc. dan wakil bupati lombok tengah DR .H Nursiah ,M.Si .atas rekomendasi dari wakil ketua BPK RI Prof. Dr. Bahrullah Akbar, M.B.A., CIPM, CSFA, CPA. Sehingga saya dapat menyelesaikan S3 saya itupun masih kurang saya menyelesaiakan pembayaran ke IPDN sampai hari ini . Dari pengalaman ini saya berharap dengan tulisan ini pemerintah bisa merespon dapat membuat satu aturan kebijakan tersendiri bagi para putra putri penyandang disabilitas mendapatkan pendidikan secara gratis dan dituangkan dalam satu peraturan sehingga dapat meringankan beban para penyandang disabilitas di indonesia. Memang UU Nomor 8 tahun 2016 juga mengamanatkan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi. Hal ini seperti yang diatur dalam Pasal 40 UU Nomor 8 tahun 2016. Disana disebutkan, pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyelenggarakan dan memfasilitasi pendidikan untuk penyandang disabilitas disetiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai kewenangannya. Akan tetapi yang sangat diperlukan juga para putra putri penyandang disabilita dimasukkan dalam kebijakan ini jadi akan bisa meringankan beban para orangtua penyandang disabilitas untuk keberlanjutan pendidikan putra putrinya . selain itu hambatan para penyandang disabilitas di Indonesia karena lapangan pekerjaan , pemerintah wajib memperhatikan peluang pekerjaan bagi penyandang disabilitas dan putra putrinya agar bisa merubah kehidupannya.