Oleh: Awang Anugrah Ilahi
Depopulasi atau penurunan jumlah penduduk adalah pengurangan besar apapun dalam jumlah penduduk manusia seperti tren-tren demografi jangka penjang, seperti dalam fertilitas sub-penggantian, perpindahan desa ke kota, kelaparan, perang, pelarian orang kulit putih atau perpindahan kota ke desa, atau karena kekerasan, penyakit atau alasan lainnya. Sejumlah negara pada saat ini mengalami penurunan jumlah penduduk, salah satunya Korea Selatan.
Korea Selatan atau Republik Korea merupakan sebuah negara di Asia Timur yang meliputi bagian selatan Semenanjung Korea. Luas Korea Selatan adalah 100.339 km2, lebih kecil dibanding Korea Utara. Korea Selatan memiliki ekonomi pasar dan menempat urutan kelima belas berdasarkan PDB. Sebagai salah satu dari empat Macan Asia Timur, Korea Selatan telah mencapai rekor ekspor impor yang memukau, terbesar kedelapan di dunia.
Korea Selatan saat ini juga menjadi negara dengan kemajuan industri hiburan yang sangat pesat. Banyak boyband, aktor, hingga penyanyi Korea yang terkenal di seluruh penjuru dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Namun warga asli Korea Selatan di prediksi akan mengalami kepunahan, bagaimana bisa hal itu terjadi?
Dilansir dari Telegraph, prediksi ini tidak mengherankan, mengingat tingkat kelahiran warga Korea Selatan sangatlah rendah bisa mencapai 0 persen atau hanya 1,19 anak per wanita. Riset yang dilakukan oleh Institut Brookings dan Majelis Nasional Seoul, jika saat ini populasi warga Korea sekitar 50,2 juta orang. Maka akan menurun drastis di akhir abad ini menjadi 20 juta orang saja, dan jumlah ini tidak dihitung dengan jumlah imigran yang datang ke Korea.
Hal ini diperparah dengan dengan usia menikah di Negeri Gingseng itu yang semakin mundur. Yang semula orang Korea menikah rata-rata pada usia 25 tahun, namun sekarang usia normal untuk menikah yaitu pada usia 35 tahun. Hal ini menjadi perhatian serius di Korea Selatan. Legalnya sex bebas menjadikan sebuah pernikahan kehilangan fungsinya dalam memenuhi kebutuhan biologis masyarakat.
Menurut data badan statistik setempat, pada tahun 2013 hanya ada 8,6 bayi lahir per seribu penduduk. Tingkat kelahiran ini merupakan yang terendah sejak tahun 1970. Jika tidak ada program serius dari pemerintah untuk menanggulangi masalah ini, tidak menutup kemungkinan orang asli Korea akan mengalami kepunahan pada tahun 2750. (Liputan6.com)
Solusi kebijakan yang mungkin bisa diterapkan oleh pemerintah Korea Selatan adalah pemberian dukungan finansial berupa insentif bagi warga yang dapat meningkatkan motivasi untuk berkeluarga dan memiliki keturunan. Masyarakat harus didoktrin dengan sentiment yang kuat dan positif terhadap memulai sebuah keluarga dan menentang keluarga tanpa anak atau keluarga dengan anak tunggal.
Selain dukungan keuangan yang lebih kuat untuk keluarga, ada faktor lain yang mungkin juga memainkan peran besar, yaitu partisipasi pasar tenaga kerja wanita. Pengusaha atau sektor publik besar harus menawarkan jam kerja yang fleksibel serta pekerjaan paruh waktu, sehingga memudahkan perempuan untuk menggabungkan peran sebagai istri, ibu rumah tangga dan pekerjaan.
Sebagai contoh provinsi Bolzano, Italia memiliki tingkat kelahiran 1,67 lebih tinggi dari rata-rata Uni Eropa 1,60. Kebijakan keluarga menerima lebih banyak dukungan finansial seperti uang bulanan sekitar €200 atau Rp3,1 juta dan juga subsidi khusus untuk mereka yang berpenghasilan rendah. Seperti di Indonesia yang memberikan keistimewaan dari pekerjaan sebagai PNS yang mendapatkan tunjangan keluarga berupa tunjangan istri dan tunjangan anak.
Pemberian insentif ini juga diikuti dengan risiko kerugian jika dilakukan secara keliru. Hal ini tentunya dapat membentuk lingkungan tidak sehat sehingga tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Besarnya insentif akan menjadi beban anggaran negara yang mana untuk mencapai standar kesejahteraan penduduk Korea Selatan perlu anggaran yang lebih besar pula.