Jakarta, aspirasipublik.com – Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng pada hari Kamis (06/10/2022) hadir sebagai pemantik dalam diskusi publik dengan tema “ Penjabat Kepala Daerah: Kebijakan Pengangkatan dan Impilkasi bagi Tata Kelola Pemerintahan Daerah”. Kegiatan yang berlangsung di kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, menghadirkan juga sebagai narasumber Bapak Sigit Pamungkas selaku Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staff Presiden, serta Dr. Khalilul Hairi, M.Si selaku Dekan Fakultas Manajemen Pemerintahan IPDN.

Diskusi publik ini sebagai langkah lanjutan terkait Laporan Atas Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). LAHP Ombudsman ini merupakan momentum untuk menata regulasi penentuan Penjabat Kepala Daerah lewat pembentukan Peraturan Pemerintah (PP).
Tiga hal korektif yang perlu dijalankan oleh Kemendagri, sesuai dengan inti dari keberatan yang dilayangkan oleh pelapor (ICW, Perludem, dan KontraS) adalah, sebagai berikut:
1. Menindaklanjuti surat pengaduan dan substansi keberatan dari pihak Pelapor
2. Meninjau kembali pengangkatan Penjabat Kepala Daerah dari unsur prajurit TNI aktif
3. Menyiapkan naskah usulan pembentukan Peraturan Pemerintah terkait proses pengangkatan, lingkup kewenangan, evaluasi kinerja hingga pemberhentian Penjabat Kepala Daerah.
Prosedur penyelesaian laporan di Ombudsman melalui beberapa tahapan.
Tahapan-tahapan tersebut sudah dilaksanakan oleh Ombudsman. Dan sesuai dengan hasil pemeriksaan, dimana Mendagri telah terbukti melakukan Maladministrasi terkait pengangkatan Pj Kepala Daerah. Saran korektif yang disampaikan Ombudsman belum dilaksanakan oleh Kemendagri.
Untuk itu Ombudsman akan mengeluarkan produk akhir yaitu Rekomendasi Ombudsman. “Nantinya rekomendasi ini disampaikan ke Presiden sebagai atasan Mendagri” Tegas Robert.
Pada kesempatan tersebut, Anggota Ombudsman itu juga menyampaikan pandangan sebagai penghangat diskusi publik sekaligus mengingatkan pemerintah akan sejumlah hal fundamental yang perlu dibenahi.
Beberapa Pejabat Kepala Daerah telah habis masa jabatanya, dan jabatan yang kosong tersebut sudah diisi oleh Pj, dan di tahun 2023 akan ada pengangkatan 170 Penjabat Kepala Daerah.
“Oleh karena itu perlu disiapkan kerangka kebijakan, regulasi, operasional, dsb. Sehingga ini menjadi sesuatu yang jelas bagi masyarakat maupun bagi pemerintah itu sendiri” Tutur Robert.
Robert melanjutkan “ Produk Hukum Penjabat Kepala Daerah itu Peraturan Pemerintah, bukan Permendagri”. Kenapa harus PP? ada dua dimensi yang menjadi ukurannya yaitu : Dimensi Prosedural dan Dimensi Substantif.
“Dimensi Prosedural : Membuka kesempatan bagi Partisipasi Bermakna (Meaningful Participation).
Dimensi Substantif: Pertama, Pasal 86 ayat (6) UU 23/2014 memerintahkan PP Penjabat Kepala Daerah, bukan Permendagri.
Kedua, pemangku otoritas yang mengangkat itu bukan hanya Mendagri atas Pj Bupati/Walikota, tapi juga Presiden atas Pj Gubernur. Bagaimana bisa tata cara Presiden menjalankan otoritasnya dengan memakai dasar hukum dari Mendagri.
Ketiga, Sejumlah regulasi yang hendak direkonsolidasikan dan direvisi saat ini bukan hanya beberapa Permendagri tapi juga sejumlah PP yang terbit sejak 2005, 2008, dan seterusnya.
Keempat, dari sisi muatan materi, norma yang hendak diatur tidak saja soal proses pengangkatan penjabat tapi juga lingkup dan batas kewenangannya, evaluasi kinerja hingga pemberhentian. Semua materi tersebut tepatnya diatur dalam produk hukum setingkat PP”. Tutup Robert. (El)