Selasa, Februari 18, 2025
- Advertisement -spot_img
BerandaBeritaOpiniPancasila, Hukum dan Etika Pemerintahan

Pancasila, Hukum dan Etika Pemerintahan

spot_img

Nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang dikristalkan dalam Pancasila telah menjadi konsensus bersama the founding father dan stakeholder pemerintahan dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, Menurut Prof .Dr .Drs. H. Ermaya Suradinata ,SH., MH., MS. Dewan Pakar dan Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Republik Indonesia (BPIP RI). dalam buku Leadership: How To Build A Nations (Reformasi organisasi dan Administrasi Pemerintah ) Analisis Kepemimpinan & Strategi Pengambilan keputusan Leadership How to Build a Nation bahwasannya nilai-nilai keutamaan yang dijadikan pedoman dalam kehidupan sosial bersumber dari ajaran agama, kepercayaan, adat istiadat, maupun aturan yang diterima secara baik dalam kehidupan sehari-hari, serta berdasarkan aturan maupun yang belum diatur sebagai kebiasaan yang baik yang tidak bertentangan dengan hukum sebagai pedoman dalam kehidupan sosial.

Nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan mufakat, serta keadilan telah melandasi praktik-praktik sosial kemasyarakatan bangsa Indonesia, bahkan sebelum kemerdekaan Negara Republik Indonesia, mulai dari level komunitas terkecil sampai ke tingkat pemerintahan nasional. Mulai dari penentuan pemimpin kelompok yang bersifat informal (suku, adat, kekerabatan dan keagamaan) maupun pemilihan pemimpin formal (kepala desa, kepala daerah; baik kabupaten/kota maupun provinsi, legislatif, dan Presiden) nilai-nilai luhur dalam Pancasila tetap menjadi norma dasar (grundnorm). pada orientasi Pancasila terdapat ciri khas yang dapat dilihat dari 3 (tiga) dimensi, yakni ; dimensi teologis, dimensi etis, dan dimensi integral-integratif. Dimensi teologis dilihat dari sudut pandang bahwa kehidupan bangsa Indonesia ditentukan dan tergantung pada rahmat Tuhan Yang Maha Esa disamping usaha yang dilakukan oleh manusia. Dimensi etis melihat bahwa manusia dan martabatnya mempunyai kedudukan yang sentral, dalam arti seluruh upaya bangsa dan kebijaksanaan negara diarahkan untuk mengangkat harkat martabat manusia Indonesia. Dimensi integral-integratif mencirikan bahwa manusia Indonesia berada dalam konteks strukturnya, yang memandang manusia tidak hanya sebagai individualis tetapi merupakan makhluk relasi.

Norma dasar ini menjadi falsafah yang menjaga kehidupan bermasyarakat bangsa Indonesia tetap dalam kerangka kebersamaan dalam keberagaman. Tidak menjadi terpecah dan terkotak-kotak, yang menyeret bangsa Indonesia pada konflik yang berujung pada pemisahan negara. Pancasila yang menjadi falsafah dan ideologi bangsa Indonesia merupakan warisan sejarah bangsa yang telah melalui proses panjang serta mengalami proses pertumbuhan dan pemantapan. Indonesia patut bersyukur memiliki dasar falsafah berkebangsaan dan berdemokrasi, yang menjaga bangsa dan negara Indonesia dari kehancuran sekaligus menjadi alarm untuk melakukan koreksi bagi penyimpangan yang dilakukan oleh rezim kekuasaan. Sejarah telah mencatat ketika rezim kekuasaan mulai meninggalkan grundnorm maka akan terjadi kekisruhan, sebagai alarm peringatan, yang berujung pada huru hara di Indonesia. Ini menjadi proses pertumbuhan dan pemantapan dalam pengejawantahan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bernegara. Terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi tersebut, untungnya, masih dapat dilakukan koreksi total untuk kembali kepada jalan yang sesuai dengan nilai hakiki bangsa. Tidak berujung pada kehancuran dan pemisahan negara. Tahun 1965 dan 1998 diingat sebagai sejarah tindakan koreksi bangsa Indonesia, terhadap proses demokrasi yang menyimpang.

Masih menurut Prof. Dr.Drs. Ermaya Suradinata, S.H., M.H., M.S. dalam bukunya Etika Pemerintahan & Geopolitik Indonesia, Etika pemerintahan keterkaitannnya dengan pemerintahan yang baik tidak lepas dengan aturan atau hukum yang berlaku dalam system pemerintahan kita. Keterkaitan etika dan hukum dalam good governance diperlukan prinsip, mencakup:1,System hukum yang benar dan adil, mencakup hukum nasional, hukum adat, dan etika kemasyarakatan;2.Pemberdayaan pranata hukum, meliputi kepolisian, kejaksaan, pengadilan, Lembaga pemasyarakatan, asosiasi bantuan hokum, pengacara dan lain-lain;3.Desentralisasi dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, pengambilan keputusan publik, yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat secara luas;4.Pengawasan masyarakat yang dilakukan oleh DPR, dunia pers dan masyarakat umum secara transparan, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan. 

Bangsa Indonesia masih dalam masa tansisi demokrasi, sejak dari masa reformasi 1998 yang sangat kritis. Karena saat itulah terjadi perubahan yang sangat fundamental, yaitu kisruh hukum dan fragmentasi bangsa dimulai dengan perubahan Undang-Undang Dasar 1945 pertama hingga keempat, yaitu pada 1999,2000,2001 dan 2002. Perubahan tersebut berpengaruh  karena adanya perubahan system politik Indonesia seperti kepemimpinan nasional maupun pemerintahannnya.Prinsip akuntabilitas bangsa perlu diwujudkan dengan upaya adanya:1.Prosedur dan mekanisme kerja yang jelas, tepat dan benar, yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, dengan mengutamakan pelayanan kepada masyarakat;2.Mampu mempertanggungjawabkan hasil kerja terutama yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat umum;3.Memberikan sanksi yang tegas kepada  apparat yang melanggar hukum.

Semua energi yang merupakan aset bangsa dan negara, idealnya harus dialirkan sedemikian rupa agar menghasilkan suatu kondisi yang semakin berkualitas, kuat dan Tangguh, jika tidak, negara akan kehilangan daya saing dari negara lain yang telah mencapai keadilan dan kemakmuran. Ha ini disebut juga hokum survival agar dapat bertahan untuk memelihara kehidupan negara.Dalam kondisi ini sebuah negara harus merespons agar dapat berhasil untuk melakukan survival dalam menjawab berbagai hambatan tantangan, ancaman dan ganguan terhadapnya, yaitu melalui good governance dan akuntabilitas kepemimpinan yang beradaptasi dan inovasi yang kreatif.

Etika Dan Asas Pemerintahan, Reformasi pemerintahan dan demokrasi pasca reformasi 1998, telah melahirkan etika dan kebijaksanaan perubahan landasan konstitusional Negara Indonesia, yakni perubahan I-IV UUD 1945. Sehingga saat ini telah mengemuka fragmentasi perlunya; peromabakan total, penolakan perubahan, perubahan sesuai kepentingan dan kembali ke UUD 1945 asli. Proses perubahan terseut harus menggunakan Semesta Strategi (Mestagi), yaitu proses strategi perubahan dalam situasi apapun, tetap harus melalui mekanisme/prosedur kontitusi dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kecuali dalam revolusi social. Peran etika dan asas ilmu pemerintahan serta spiritual sangat penting bagi kepemimpinan pemerintahan karena kepemimpinan dan spiritual sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia dan alam sehari-hari sejak revolusi industry.

Demokrasi dan era baru kepemimpinan nasional, menuntut upaya reformasi kepemimpinan, strategi pengembangannya meningkatkan kredibilitas, kemandirian serta kemampuan social dan ekonomi yang mampu menyediakan kesempatan kerja dari penghidupan yang layak, dan membangun pondasi yang kokoh bagi pembangunan berkelanjutan. Kepemimpinan nasional dan termasuk kepemimpinan pemerintahan diperlukan penguasaan strategi kekuatann social, politik, ekonomi dan budaya serta merupakan bagian dari elemen bangsa yang bernilai stategis, karena perlu didukung dengan sikap kenegarawanan dan profesionalisme yang tinggi, yang bebas dari bias-bias diskriminasi dan dikotomi parsial demi terwujudnya cita-cita dan tujuan nasional bangsa Indonesia.

Modal sosial menjadi sangat penting untuk seorang pemimpin, yaitu kepercayaan rakyat pada pemimpinnya dan kejujuran pemimpin pada rakyatnya,Intergrias kepemimpinan nasional dalam kemajemukan masyaraka Indonesia diperlukan kerja keras untuk keberhasilannya, kepemimpinan nasioanl juga harus mempersiapkan penggantinya secara ikhlas untuk lebih berhasil dari dirinya demi masa depan bangsa yang lebih baik.kepemimpinan pemerintahan atau leader governance adalah kemampuan seseorang sebagai pemimpin selain berkemampuan pemerintahan juga memiliki kemampuan mengambil keputusan secara cepat, tetap dan terukur, serta memimpin tata pemerinahan yang baik, yaitu mengelola sumber daya menjadi berkualitas tinggi berdasarkan etka pemerintahan.

Perwujudan Good governace harus berlandasakan moral, etika dan paradigma nasional bangsa Indonesia, yaitu Proklamasi Kemerdekan Indonesia, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tungga Ika, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.Pengambilan keputusan dalam manajemen pemerintahan untuk meningkatkan kompetensi professional akademis atau profesi bidang ilmu pemerintahan dalam good governance diwujudkan dalam kejujuran, keikhlasan yang membumi dalam kehidupan masyarakat yang sejahtera, serta visi, misi organisasi yang dapat diimplementasikan dalam wujud solusi konkret untuk mengatasi masalah dan kehidupan yang lebih baik dan Asas pemerintahan menjadi pedoman untuk dijadikan dasar penyelenggaraan pemerintahan, agar sesuai dengan aturan yang berlaku ,Asas pemerintahan dinakaman juga paradigma nasional yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional serta aturan perundang-undangan dan aturan pelaksanaannya serta Asas-asas umum pemerintahan yang baik dan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) sangat diperlukan dalam menjalankan etika pemerintahan.

Harapan penulis Dr.Joko Susilo Raharjo Watimena,S.PdI.,MM. Alumni Doktor Ilmu Pemerintahan IPDN , Dosen STIPAN (Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Abdi Negara)  Lenteng Agung Jakarta Selatan dan Wartawan Media Aspirasi Publik.Kedepan para pemimpin bangsa Indonesia dari tingkat pusat sampai daerah dapat memahami dan diberikan pembekalan ilmu pemerintahan yang baik dan benar sehingga akan terwujud cita cita kita bangsa indonesi menuju masyarakat yang adil dan beradap.

spot_img
POPULER
BACA JUGA
spot_img