Jakarta, aspirasipublik.com – Gema suasana lebaran dan halal bihalal masih terasa hingga hari ini. Berbagai instansi pemerintah dan swasta melakukan halal bihalal untuk memperat persaudaraan dan saling memaafkan. Memaafkan dan memberi maaf sungguh perilaku yang terhormat dan mulia.
Indonesia sungguh negara yang plural, majemuk dan beragam. Keberagaman entitas dan komunal sosial yang menjadi kebhinekaan Indonesia makin kuat, bersatu dan berpengaruh di panggung internasional.
Seperti Komunitas Baduy hingga saat ini sungguh-sungguh menjaga keotentikan tradisi dan kultur budaya dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin bagi sebagian masyarakat beranggapan perilaku Suku Baduy sesuatu yang berbeda. Namun, sesungguhnya perilaku dan kebiasaan Suku Baduy salah satu representasi kebhinekaan Indonesia.
Misalnya, Sapri dari Komunitas Baduy mengatakan bahwa berjalan kaki tanpa alas atau cekeren merupakan amanah dan wasiat para leluhur. Jika kami tidak melakukan jalan kaki tanpa alas keotentikan tradisi Baduy bisa memudar dan punah. Kami berjalan dan pergi kemana saja selalu mengenakan pakaian tradisional Baduy. Selain itu, kami meyakini bahwa tradisi kami adalah ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Aktivis Sosial dan Kepemudaan Edizaro Lase asal Nias menuturkan bahwa Komunitas Baduy patut diberikan apresiasi yang setinggi-tingginya dalam upaya melestarikan budaya, kearifan lokal dan kultur Suku Baduy.
“Nasionalisme Komunitas Baduy ini sangat luar biasa dan tak diragukan lagi. Perilaku dan kebiasaan mereka itu adalah realitas kebhinekaan Indonesia” ujar Edizaro Lase, Jumat (13/05/2022). Mestinya, perilaku dan kebiasaan masing-masing entitas sosial, kultur, budaya dan suku harus dijadikan sebagai bursa toleransi dan persaudaraan dalam ragam kebhinekaan, kedamaian dan kemanusiaan. (EZL)
