
Oleh: Petrus Polyando
Sejatinya kehadiran ilmu dalam rangka menerapkan penimbangan untuk mengungkap pengetahuan. Tugas ilmuwan adalah melampaui sudut pandang mereka menimbang-nimbang fenomena alam dan sosial yang terjadi.
Dalam hal ini menjelaskan misteri yang ada, memberikan jawaban yang benar-sebenarnya serta menyelesaikan persoalan hidup manusia. Ini berarti setiap ilmu yang muncul memliki perannya masing-masing untuk memfasilitasi manusia mencapai kehidupan yang lebih baik. Dalam filsafat demitologisasi metafisis, hadirnya ilmu merupakan puncak perjalanan dari mitos yang melalui sastra dan filsafat. Mitos hadir mengungkap keyakinan dengan menggunakan imajinasi, sastra mengungkap keindahan dengan memanfaatkan gelora jiwa, dan filsafat mengungkap kebenaran memanfaatkan pemahamanan. Begitulah kira-kira ringkasnya arah pemikiran manusia yang dikembangkan Stephen Palmquis (2002). Jadi, ilmu apapun yang dideklarasikan merupakan rangkaian proses panjang yang kalau dianalogikan dalam siklus hidup manusia bermula dari lahir, muda, dewasa dan tua.
Pemahaman di atas, tentu berlaku juga dengan ilmu pemerintahan yang telah dimuncukan oleh para ilmuwannya sebagai sebuah ilmu yang mandiri dan otonom. Pada posisi tersebut ilmu pemerintahan berperan dalam rangka menimbang-nimbang fenomena pemerintahan sekaligus mengungkap misteri atas peristiwa pemerintahan yang terjadi serta dinamika hubungan antara yang memerintah dan yang diperintah sehingga dapat menjelaskan secara gamblang keluhan publik atas persoalan-persoalan dibidangnya.
Jelas ini mengantarkan pada suatu wawasan baru bahwa bekerjanya ilmu pemerintahan bisa dinilai dari seberapa besar misteri serta dinamika persoalan pemerintah dan yang diperintah dapat teratasi melalui pendekatan ilmiah, sistematis dan di desain secara sadar dan terencana. Sederhananya, semakin besar misteri dan persoalan teratasi maka semakin bekerja ilmu ini. Demikian sebaliknya semakin banyak persoalan dari dinamika interaksi yang memerintah dan yang diperintah, serta semakin jauh hasil pekerjaan dari mereka yang diberikan mandat dengan harapan pemilik mandat maka dapat dikatakan ilmu ini belum bekerja optimal.
Fakta menunjukan ada segudang persoalan yang terus berkembang dari waktu ke waktu berkenaan dengan relasi dan dinamika antara kelompok yang memerintah dan mereka yang diperintah. Contoh yang terjadi di awal pandemi ketika pemerintah menghendaki aktivitas masyarakat di rumah saja namun masyarakat menuntut hak-hak dasar mereka tetap terpenuhi. Tampak ada gap antara kemauan mereka yang memerintah dengan mereka yang diperintah, sehingga kerapkali ada perlawanan dengan sejumlah alasan terutama pemenuhan sembako untuk kelangsungan hidup.
Di bagian lain fakta persoalan dari relasi kedua aktor ini juga mengemuka seiring dengan wacana untuk menggantikan sistem pemerintahan baru dengan ideologi lain selain pancasila. Jelas ini sangat mengganggu relasi dan stabilitas hubungan yang diperintah dan yang memerintah. Tentu masih banyak persoalan-persoalan lainnya terkait pemerintahan dan dinamikanya.
Sebagai ilmuan pemerintahan persoalan tersebut langsung diarahkan pada belum berfungsinya ilmu ini sebagai instrumen solusional yang ideal. Asumsinya bisa bermacam-macam seperti para penyelenggara pemerintahan yang belum memahami atau belum mampu menggunakan ilmu pemerintahan dengan benar.
Bisa juga ilmuwan pemerintahan belum mampu mengungkap pengetahuan pemerintahan yang benar-sebenarnya, sehingga belum dapat digunakan oleh mereka yang memerintah.
Dan masih banyak asumsi lainnya yang berkembang seiring penegasan mengenai esensi dasar tentang ilmu sebagaimana ditegaskan diparagraf awal.
Dalam konteks Indonesia pengetahuan pemerintahan sepatutnya berangkat dari ideologi pancasila yang telah menjadi modus vivendi atau kesepakatan luhur dan harus dihayati sebagai pedoman bersama dalam bernegara (Mahfud M.D, 2022).
Tentu saja ada pertanyaan kritis, apakah pengembangan ilmu pemerintahan selama ini dengan berbagai konsep dan gagasan yang ditawarkan tidak berlandaskan nilai luhur pancasila, atau apakah berlawanan dengan pancasila? Jawabannya “bisa iya”, “bisa tidak”, “bisa belum” yang kesemuanya pasti disertai dengan argumen penyertanya masing-masing tergantung sudut pandangnya.
Namun yang dimaksudkan di sini sebenarnya mau mempertegas bahwa semestinya pengembangan ilmu ini dalam rangka menjawab misteri pemerintahan dan menyelesaikan persoalan pemerintahan merujuk pada nilai-nilai luhur pancasila dan juga sebaliknya ilmu ini dapat berkontribusi memperkuat posisi pancasila yang telah disepakati sebagai sumber utama bernegara tersebut. Secara moderatnya boleh mengadopsi, memodifikasi ataupun meniru konsep-konsep pengetahuan pemerintahan yang berkembang darimanapun tempatnya, kapanpun waktu perkembangannya dan siapapun penggagasnya namun harus tetap menjadikan pancasila sebagai alat ukur utama.
Poinnya, konsep pemerintahan yang dikembangkan sepatutnya selaras dengan nilai pancasila, dapat berkontribusi bagi penguatan posisi pancasila sehingga menjadi benang merah yang menghubungkan semangat ilmu ini menjawab fenomena pemerintahan yang terjadi dalam cita rasa Keindonesiaan.
Gagasan pengembangannya tentu meletakan pada rumah besar kampus sebagai pusat rancang bangun serta eksekusi terhadap roh dari ilmu ini. Kampus merupakan tempat ideal meletakan titik awal mengabstraksi gagasan sekaligus mengkonkritisasinya pada wujud-wujud yang berdampak pada kemanfaatan nyata ilmu ini bagi kepentingan terbesarnya yaitu menyelaraskan hidup manusia yang kacau balau untuk kebaikan bersama sebagaimana digagas Clinton Roosevelt (1941:7) dalam bukunya The Science Of Government. Di sinilah tempat yang paling ideal untuk mengidentifikasi proses pengembangan ilmu pengetahuan pemerintahan yang berkarakteristik Keindonesiaan dengan berlandaskan nilai pancasila. Setelah menetapkan kerangka besarnya baru diteruskan dengan menata proses berikutnya yang bersifat operasional dalam penyelenggaraan pendidikan. Intinya penyelenggaraan pendidikan dalam pengembangan pengetahuan pemerintahan berkarakteristik Pancasila memfokuskan pada kesatuan utuh antara peran pemerintah dan tuntutan masyarakat serta dinamika relasi keduanya dalam setiap proses Tri Dharma perguruan tinggi. Ini akan diformulakan dalam kurikulum, mata kuliah dan sampai pada proses pembelajaran semester dalam rangka mengembangkan pengetahuan pemerintahan dimaksud guna mencapai kompetensi yang diharapkan berupa kognisi, sikap dan ketrampilan, sehingga kelak melahirkan ilmuwan maupun praktisi pemerintahan yang bernas yang mampu menggunakan ilmu ini dalam menyelenggarakan fungsi pemerintahan.
Adapun kerangka besar yang ditawarkan adalah memfokuskan pengembangan ilmu pemerintahan pada setiap bidang Tri Dharma (pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat) pada dua domain utama sebagai wilayah pengkajian yakni domain peran pemerintah dan domain tuntutan/kebutuhan masyarakat akan hak-hak publik. Domain peran pemerintah ini melekat dengan fungsi pemerintahan yang mencakup perlindungan, pengaturan, pembangunan, pemberdayaan dan pelayanan yang kesemuanya berlandaskan pada nilai pancasila.
Jadi penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat sepatutnya mengembangkan pada lima dimensi utama yaitu (1) Perlindungan dengan nilai esensialnya pemerintah sebagai organ negara harus menjamin warganya memperoleh haknya secara adil dan memastikan kenyamanan warganya secara menyeluruh. (2) Pengaturan dengan nilai esensi adalah pemerintah sebagai organ negara yang memastikan adanya kepatuhan dan keteraturan perilaku hidup masyarakatnya. (3) Pembangunan sebagai tugas utama pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. (4) Pemberdayaan dengan nilai utamanya membuat masyarakat mandiri. (5) Pelayanan yang esensinya adalah pemenuhan keadilan dalam masyarakat. Sementara itu domain kebutuhan masyarakat, yang menjadi wilayah pengkajiannya adalah dinamika kebutuhan masyarakat akan hak-hak publik mereka yang terus berkembang dengan melihat pada perkembangan pengetahuan, kesadaran diri, perubahan paradigma serta perkembangan TIK dan transformasi sosial lainnya. Inilah yang semestinya difokuskan oleh ilmuan pemerintahan sehingga kelak ilmu ini berkontribusi nyata dalam bidang yang jelas dan dalam koridor pancasila sebagai pedoman bernegara yang disepakati.
Sehubungan dengan itu, IPDN yang telah meletakan diri sebagai salah satu bagian dari rumah besar pengembangan ilmu pemerintahan melalui jalur pendidikan vokasi, akademik, dan profesi sepatutnya melakukan evaluasi kembali atas penyelenggaraannya. Masing-masing jalur pendidikan perlu melihat kembali praktik yang terselenggara dengan semangat pengembangan ilmu pemerintahan berkarakteristik Indonesia sebagaimana digagas dalam kerangka besar di atas. Sebagai pelopor pembaharuan, perekat kesatuan dan juga penegak nilai-nilai luhur pancasila maka semestinya kurikulum yang dikembangkan mengarah pada pengembangan ilmu pemerintahan yang berkarakteristik pancasila dimaksud dan menjadikan sebagai ciri khas IPDN.
Tentu ini berangkat dari visi dan misi, kemudian profil, mata kuliah, kurikulum dan sampai pada proses pembelajaran di kelas dalam semester dengan beragam metode yang relevan. Untuk itu perlu secara komprehensif berbagai aktor yang terlibat dalam penyelenggaraan ketiga jalur melakukan relaksasi secara serius, kemudian berkomitmen untuk tetap terus menjaga konsistensi pengembangan ilmu pemerintahan yang solusional bagi kehidupan manusia, berciri khas IPDN, berdasarkan nilai pancasila, serta berkontribusi bagi penguatan pancasila sebagai ideologi bernegara. Dengan demikian dapat menjadikan ilmu ini bermanfaat bagi pengungkapan misteri-misteri pemerintahan yang terjadi serta menjawab persoalan pemerintahan yang terus berkembang dari waktu ke waktu, sehingga kelak menjadi ilmu yang memimpin hidup bersama manusia ke arah kebahagiaan yang sebesar-besarnya, sebagaimana harapan Van Poeltje (1953: 28).
Ini semua merupakan upaya konkrit menjawab ekspetasi publik yang luar biasa terhadap IPDN. Berbagai kalangan berharap IPDN tidak hanya melahirkan generasi yang menampilkan fisik untuk meraih karier birokrat semata tapi dapat mengandalkan ilmunya (ilmu pemerintahan) yang diajarkan untuk memberikan solusi bagi persoalan pemerintahan yang lebih luas. Bahkan kalau bisa inovasi pemeirntahan yang dihasilkan diberbagai level pemerintahan berasal dari ilmu pemerintahan yang berasal dari IPDN (Purwo, 2022).
Untuk itu, semua jenjang pendidikan yang ada bertanggungjawab terhadap proses sesuai dengan fokus peran yang diamanatkan, guna mewujudkan harapan publik tersebut. Pascasarjana sebagai penyelenggara pendidikan akademik tentu menjadi salah satu bagian penting dalam perwujudan implementasi nilai-nilai kerangka besar yang digagas. Bahkan kalau perlu menjadi prime mover bagi terselenggaranya pengembangan ilmu pemerintahan yang berkarakteristik IPDN dengan menjunjung tinggi prosedural, etika, kaidah ilmiah serta konsisten menjaga marwah akademik dan selalu meningkatkan kualitas input, proses maupun output sehingga kelak memperoleh pengakuan publik. Kesemua ini membutuhkan komitmen semua stakeholder dengan orientasi yang sama dari mulai level paling bawah sampai level paling atas, bekerja dengan panggilan hati nuraninya.