Jakarta, aspirasipublik.com – Dalam Rangka mewujudkan perguruan tinggi “SDM Unggul, Indonesia Maju” memiliki logika kausalitas yang mantap. Baik secara historis maupun konseptual, keunggulan sumber daya manusia adalah syarat dominan yang memungkinkan kemajuan sebuah komunitas,Program Pascasarjana IPDN melaksanakan seminar internasional kegiatan Public Lecture “Transformasi Digital dalam Rangka Mendukung Perguruan Tinggi Unggul” yang diikuti oleh seluruh mahasiswa dan mahasiswi program Doktor Ilmu Pemerintahan dan Megister Ilmu Pemerintahan seluruh Angkatan dan dari seluruh Indonesi baik melalui Daring maupun Luring, Acara yang dilaksanakan di Kampus IPDN CilandakJakarta pada tanggal 14 Maret 2022 dari pukul 08.00 sampai pukul 12.30 wib , Acara yang dibuka oleh Direktur Pasca sarjana Bapak Prof. Dr. H. Wirman Syafri, M.Si., dan selaku Moderator adalah Kapprodi Pasca sarjana Bapak Dr. Mansyur Achmad, M.Si., dengan menghadirkan 1. Prof Dr. Ahmad Marthad Mohamed jabatan Head of Cluster, Governance and Integrity School of Government, College of Law, Government and International Studies, Universiti Utara Malaysia yang memwakan materi Digital Leadership and Inovation policy in Malaysia 2. Prof. Dr. Sadu Wasistiono, Msi., Guru besar IPDN yang membawakan materi “Transformasi Digital dan ASN BerAkhlak Menuju IPDN Unggul” 3. Prof Dr. Shakila Yacob
Universiti Malaya, dari Malesia yang membawakan materi ‘The Significant of Digital Transpormation and Innovation in Academia”
Dalam Paparanya Prof. Dr. Sadu Wasistiono, Msi menjelaskan Dalam kehidupan hanya ada satu yang pasti yakni “perubahan.” Diminta ataupun tidak, diterima ataupun ditolak, perubahan akan tetap datang menghampiri kehidupan. “Inisiatif” perubahan dapat datang dari alam berupa proses perubahan kimiawi unsur-unsur alam maupun datang dari manusia yang penuh dengan rasa ingin tahu (curiosity), yang kemudian menciptakan berbagai pengetahuan.
Dalam kehidupan manusia yang menjadi kajian Sosiologi, diskursus perubahan semacam itu dinamakan perubahan sosial (social change). Dengan memadukan antara dimensi waktu (jangka pendek dan jangka menengah) serta aras masyarakatnya (micro/ individual, tengah-tengah/kelompok, makro/masyarakat), Transformasi yang dapat diartikan sebagai proses perubahan bentuk, sifat, fungsi, karakter sesuatu menjadi sesuatu yang lain, yang dianggap lebih baik atau lebih modern sesuai jamannya.

Dilihat dari dimensi waktu, transformasi masuk ke dalam kategori jangka panjang karena harus dilakukan perubahan secara terus menerus dan berkelanjutan menuju sesuatu bentuk yang diinginkan. Jika dilihat pada aras masyarakatnya, maka perubahan pada aras individu berarti terjadi perubahan pola hidup seseorang (life-cycle change). Apabila perubahannya terjadi pada tingkatan tengah-tengah atau kelompok maka namanya perubahan organisasional (organizational change), sedangkan pada tingkatan makro atau masyarakat terjadi perubahan sosiokultural (sociocultural change). Transformasi digital yang terjadi di Indonesia, khususnya di kalangan ASN mencakup ketiga-tiganya, yakni perubahan pada aras individu, organisasi, dan masyarakat, karena antara ASN dan masyarakat tempat mereka tinggal dan hidup terjadi interaksi.
Banyak faktor penyebab terjadinya perubahan sosial, beberapa diantaranya yakni faktor politik, ekonomi, sosial-budaya, hukum, dan teknologi.

Masing-masing faktor kemudian saling mempengaruhi, dalam artian perubahan salah satu faktor dapat menjadi pemicu bagi perubahan faktor-faktor lainnya secara berantai. Pada saat sekarang, perubahan paling banyak disebabkan oleh faktor teknologi, terutama sejak dimulainya revolusi teknologi komunikasi dan informatika awal tahun 1960-an. Revolusi tersebut telah mendorong lahirnya globalisasi yang telah mencapai generasi ketiga, dengan perkembangan sebagai berikut:
- Globalization 1.0 è involved the globalization of the countries.
- Globalization 2.0 è involved the globalization of companies. è stateless company
- Globalization 3.0 è involved the globalization of individuals.
Globalisasi generasi pertama melibatkan globalisasi pada tingkat negara. Ukuran keberhasilan kinerja negara dan pemerintahannya diukur secara mondial. Berbagai label “world class” menjadi parameter keberhasilan negara dan pemerintahannya. Berdasarkan Perpres Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, tahun 2025 Indonesia harus mencapai pemerintahan kelas dunia (world class government).
Globalisasi generasi kedua melibatkan perusahaan yang menciptakan korporasi tanpa negara (stateless company), artinya sebuah perusahaan dapat saja berlokasi di sebuah negara tetapi pemilik modalnya datang dari berbagai negara karena sahamnya dijual di pasar saham internasional. Selain itu, tenaga kerjanya dapat datang dari berbagai negara karena terjadinya “talent war” atau perang talenta.
Tenaga kerja yang bertalenta tinggi akan mengalir ke negara yang menjanjikan fasilitas (gaji, tunjangan, kesehatan, bonus) yang lebih menarik dibanding negara lain. Itu yang sudah dan sedang terjadi di China yang memanfaatkan diaspora sebagai sumber kekuatan ekonomi baru, dan menjadikannya sebagai salah satu helix dari penta helix (academia, business, civil society, diaspora, public sector) seperti yang dikemukakan oleh Anka Masek Tonkovic, Edward Veckie, and Vlado Walter Veckie (Aplication of Penta Helix – Model in Economic Development; http:// econpapers.repec.org/article/osieecytt/ v_3a4_3ay_3a2015_3ap_3a385-393.htm. p1.). Kritik mengenai modal aseng dan asing yang sering kali muncul pada media sosial kemudian menjadi tidak relevan lagi.
Globalisasi generasi ketiga melibatkan individu. Melalui media sosial yang sedemikian banyak ragamnya telah membuat keterlibatan individu dalam kehidupan global menjadi semakin nyata. Livingston (2011: 25) mengatakan bahwa : “ There’s no market for messages.”Artinya tidak ada pasar untuk pesan-pesan, setiap orang dapat menjadi produsen sekaligus konsumen pesan yang disampaikan melalui media sosial. Saat sekarang banyak sekali youtuber yang menjadi influencer, bukan siapa-siapa tetapi memberi pengaruh pada banyak orang. Setiap orang dapat juga membuat podcast yang berisi macam-macam (Pod = Playable on Demand). Mereka kemudian muncul menjadi sebuah kekuatan yang oleh Jeremy Rifkin dalam buku “The Third Industrial Revolution – How Lateral Power is Transforming Energy, The Economy, and The World” (2011) (Palgrave MacMillan, New York) yang membahas revolusi industri 3.0. menyebutnya sebagai “lateral power,” atau kekuasaan dari samping sebagai dampingan kekuasaan yang biasanya datang dari atas (hierarchical power). Sedangkan Klaus Schwab (2017) dalam bukunya: “ The Fourth Industrial Revolution” ( Crown Business, USA) menyebutnya sebagai micro power sebagai sandingan dari macro power yang berada pada tangan negara atau pemerintah.
Seorang penulis terkenal bernama Parag Khanna (2016) dalam bukunya yang monumental berjudul : “ Connectography : Mapping The Future of Global Civilization “ (Random House, New York), mengemukakan bahwa globalisasi akan mencapai tahapan sangat cepat dan luas (hyper globalization) dengan credo : “From Globalization to Hyper-Globalization.” Perbatasan negara akan menjadi jembatan penghubung antar bangsa (from borders to bridges), dari politik menuju fungsional geografi, serta adanya rantai pasok dunia (supply chain world). Penurunan produksi chips dari suatu perusahaan (Qualcomm, Apple, MediaTek, Samsung, Spreadtrum) menyebabkan produksi telepon pintar maupun mobil listrik di negara lain mengalami penurunan sehingga tidak dapat memenuhi pesanan pelanggan. Transformai digital pada sektor pemerintah pada dasarnya adalah sebuah perubahan sosial. Didalamnya ada tiga dimensi yang berubah yakni struktural, fungsional, kultural. Diantara ketiga dimensi, maka dimensi kultural yang paling sulit berubah. Diperlukan kepemimpinan visioner untuk mengubah dimensi kultural untuk individu maupun untuk organisasi. Untuk mengubah kultur diperlukan tiga tahap yakni: – pencairan, perubahan, pembekuan kembali.
Pada negara yang sedang bangkit (emerging country) seperti Indonesia, peran birokrasi pemerintah masih cukup penting karena mereka mengelola uang negara yang sangat besar dan masih menjadi faktor utama penggerak ekonomi bangsa, serta menjalankan kewenangan yang berkaitan dengan pengaturan, pemberian ijin, penyediaan barang dan jasa publik, serta pelayanan administrasi. Ditengarai sampai saat ini bahwa birokrasi pemerintah masih menjadi unsur pemberat perubahan menuju Visi Indonesia 2045 yang menargetkan Indonesia menjadi negara dengan PDB nomor 4 atau 5 dunia.

Disebut unsur pemberat karena belum terjadi perubahan signifikan mentalitas pejabat pemerinah sebagai penguasa. Mentalitas ini merupakan warisan dari jaman kerajaan, penjajahan Belanda, serta dilanjutkan pada masa pemerintahan represif sentralistik era Orde Baru. Untuk dapat berubah perlu adanya penggantian nilai dasar (core value) dari penguasa menjadi pelayanan masyarakat, seperti di negara-negara yang sudah maju dengan menyebut dirinya “pelayanan masyarakat” (public servant).
Pemerintah melalui Kementerian PAN & RB telah menetapkan nilai-nilai dasar bagi ASN yakni: “BerAKHLAK” yang merupakan akronim dari Berorientasi pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. Nilai-nilai ini diharapkan akan dapat menjadi fondasi budaya kerja ASN yang profesional.
Nilai dasar (core value) tersebut dipelngkapi dengan Employer Branding: # Bangga Melayani Bangsa. Menurut Bekke, Perry and Toonen dalam bukunya : “ Civil Service Systems in Comparative Perspective (Indiana University Press) (1996 : 71 – 88), ada lima tahap pengembangan peran PNS yaitu sbb :
a. Tahap Pertama: PNS sebagai Pelayan Perseorangan;
b. Tahap Kedua: PNS sebagai Pelayan Negara/Pemerintah;
c. Tahap Ketiga: PNS sebagai Pelayan Masyarakat;
d. Tahap Keempat: PNS sebagai Pelayanan Yang Dilindungi;
e. Tahap Kelima: PNS sebagai Pelayan Profesional.
Melalui UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, PNS Indonesia sebagai ASN telah masuk ke tahap kelima yakni sebagai pelayan profesional. ASN adalah profesi yang terhormat dan bergengsi karena memiliki kompetensi dan bermoral tinggi. PNS seharusnya bukan lagi menjadi pilihan profesi keempat setelah profesi wirausaha, bekerja di perusahaan asing, bekerja di perusahaan dalam negeri, karena profesi PNS memberikan kebanggaan bagi diri sendiri maupun keluarga.
IPDN sebagai perguruan tinggi yang dikelola oleh kementerian lain di luar Kemendikbud (dulu disebut Perguruan Tinggi Kedinasan/PTK) mempunyai tugas utama mendidik kader PNS yang akan bertugas di lingkungan pemerintahan dalam negeri (arti luas). Sebagai lembaga pendidikan kader pemerintahan, IPDN harus menjadi pelopor perubahan, bukan menjadi pengekor. Keunggulan yang akan diraih harus jelas parameternya yakni unggul dibandingkan siapa dan pada tingkatan mana, serta unggul dalam bidang apa. Sebagai pendidikan kader, maka keunggulan utama adalah kualitas lulusannya yang sesuai kebutuhan kedinasan.
Untuk dapat menjadi pelopor, baik peserta didik (mahasiswa atau praja) dan terutama para dosen harus terbiasa “thinking out of the box,” yang didukung oleh perpustakaan (fisik maupun digital) yang memadai. Apabila ingin melihat kualitas sebuah perguruan tinggi, lihatlah perpustakaannya. Saat ini perpustakaan IPDN masih jauh dari harapan, tidak nampak suasana akademik didalamnya, sebab koleksinya juga sangat terbatas. Akhirnya dosen lebih banyak membuat koleksi perpustakaan pribadi yang sebenarnya menghabiskan dana besar serta kurang bermanfaat secara meluas. Pembangunan gedung perpustakaan di kampus IPDN Jatinnagor yang sudah lama tertunda diharapkan menjadi batu pijak menuju IPDN yang unggul, dengan syarat diisi dengan buku dan jurnal cetak maupun digital yang terkini.

Pendidikan adalah proses menyiapkan masa depan, yang menyangkut transfer pengetahuan (transfer of knowledge), transfer nilai-nilai (transfer of values), dan transfer ketrampilan (transfer of ability). Khusus untuk transfer nilai-nilai, ada yang perlu dipertahankan meskipun terjadi perubahan yang sangat cepat. Nilai tersebut adalah kejujuran, kedisplinan, tanggung jawab, dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa.
IPDN, khususnya pada program sarjana terapan, memiliki bahan utama berupa peserta didik yang diseleksi sangat ketat. Tetapi keunggulan tersebut menjadi berkurang manakala diajar oleh dosen kelas mediocre. Jangan sampai IPDN malah menghasilkan useless generation, yakni generasi yang kurang berguna karena ilmu yang diperoleh di bangku kuliah yang diberikan oleh para dosennya sudah ketinggalan jaman. Pada saat lulus ilmu yang diperolehnya sudah kurang bermanfaat untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
Para dosen memegang peran utama dalam mencapai target unggul. Salah satu parameternya adalah karya tulis ilmiah yang kemudian dirujuk oleh kalangan akademisi dan masyarakat luas. Berdasarkan World Scientist and University Rankings 2022 – AD Scientific Index yang dapat diunduh dari adscientificindex.com dapat diperoleh gambaran kualitas karya tulis ilmiah dosen dilihat dari indeksnya maupun jumlah yang mengutipnya. Dapat pula dilihat peringkatnya pada universitas, negara, regional, maupun dunia. Ilmuwan peringkat satu dunia saat ini diduduki oleh H.J.Kim dari Kyungbook National University Korea Selatan.
Agar IPDN dapat menjadi unggul, maka para dosennya juga harus unggul di kancah nasional maupun internasionl. Targetnya, terutama dosen generasi muda harus dapat menembus minimal peringkat 1000 atau 500 di tingkat nasional. Hal ini akan berkait dengan manajemen waktu, minat, kemampuan, dan dukungan fasilitas dari lembaga. Tanpa kerja keras dan kerja sama dari semua pihak, keinginan tersebut hanya sebatas angan-angan.
Lembaga Riset dan Kajian Strategis Pemerintahan yang ada di IPDN dapat dijadikan wadah untuk ujicoba pengembangan konsep-konsep baru. Prinsipnya apabila tidak dilarang berarti ada peluang, serta apabila belum diatur berarti ada peluang untuk melakukan ujicoba konsep baru.
Secara implisit, core science IPDN adalah ilmu pemerintahan yang merupakan ilmu terapan (applied science). Ilmu-ilmu yang bersifat terapan sekarang sedang berkembang karena terkait langsung dengan kemampuannya bekerja (siap karya), sedangkan ilmu-ilmu murni lebih banyak terkait dengan pengembangan teori, paradigma, dan kebijakan sehingga lebih mengarah siap tahu. Konsekuensi logisnya perlu perpaduan antara aspek teori dengan aspek praktek. Para akademisi yang bergelut pada aspek keilmuan perlu juga dibekali pengalaman empirik, sebaliknya birokrat yang masuk sebagai tenaga fungsional edukatif perlu juga memperkaya wawasan akademik, sehinga dapat berkembang secara seimbang. Setelah itu dilanjutkan Tanya jawab oleh para mahasiswa dan mahasiswi Pasca sarjana program Doktoral dan megister pemerintahan samapi pukul 12 30. Selesai acara ditutup oleh wakil Direktur Bidang Akademik Prof. Dr. Muh.Ilham, M.Si., (Oberlian Sinaga @JSRW)