Senin, Februari 17, 2025
- Advertisement -spot_img
BerandaHukum & KriminalPengolahan Minyak Goreng di Wilayah Hukum Polres Tangerang Diduga Ilegal

Pengolahan Minyak Goreng di Wilayah Hukum Polres Tangerang Diduga Ilegal

spot_img

Tangerang, aspirasipublik.com – Pengolahan Minyak Goreng di Wilayah Hukum Polres Tangerang tepatnya di Jl. Raya Cangkudu, Desa Cibugel, Kp. Pabuaran RT. 06, RW. 03 Kecamatan Cisoka. Kabupaten Tangerang. Diduga Ilegal sudah berlangsung cukup lama, menurut warga setempat kegiatan tersebut sudah berlangsung bertahun. Dari hasil pantauan awak media lokasi ini sedikit terpisah dari komunitas warga dan fasilitas yang digunakan seperti peralatan maupun perlengkapan yang ada masih terkesan sangat tradisional dan yang paling penting kegiatan ini tidak memiliki ipal maupun amdal (pengolahan dampak lingkungan) dimana limbah hasil pengolahan dibuang begitu saja ke selokan.

Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar yang biasanya digunakan untuk

menggoreng. Minyak goreng terbuat dari, kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, jagung,kedelai, bunga matahari dan kanola.

Secara umum, dipasarkan dua macam minyak goreng yaitu minyak goreng dari tumbuhan (minyak nabati) dan minyak goreng dari hewan, terdiri dari tallow (minyak atau lemak sapi). Contoh minyak goreng nabati adalah minyak sawit, minyak kelapa, minyak jagung, minyak kedelai, minyak zaitun dan lain-lain.

Di Indonesia, minyak goreng yang paling sering digunakan adalah Minyak Goreng Sawit (Refined Bleached Deodourised Olein/RDBO). Kondisi ini disebabkan karena Indonesia merupakan negara penghasil sawit, minyak ini juga cukup ideal dari segi harga dan ketersediaan.

Saat ini terjadi peningkatan terhadap para pelaku usaha yang ingin memulai bisnisnya di sektor industri makanan dan minuman. Peningkatan ini menyebabkan banyak pemain “curang” yang menggunakan bahan tidak layak konsumsi dan berbahaya sebagai bahan baku dari produknya yang dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan terhadap si pengkonsumsi produk.

Untuk mencegah hal tersebut, maka dibuatlah suatu lembaga yang berfungsi untuk memastikan keamanan makanan dan obat yang terdapat di pasaran. Lembaga ini juga berfungsi untuk mengeluarkan perizinan kepada perusahaan yang telah melewati uji tes bahwa produk yang mereka keluarkan tidak akan membawa efek buruk bagi tubuh manusia. Lembaga yang dimaksud adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Karena tidak dikemas sesuai standar dan memiliki izin edar, maka tidak ada jaminan dalam kandungan minyak goreng curah.

Seperti ditayangkan Liputan6 SCTV, Senin (7/10/2019), kualitas minyak curah tidak dapat dipertanggung jawabkan karena di luar pengawasan BPOM. Mulai Januari 2020, Kementerian Perdagangan akan melarang peredaran minyak goreng curah di pasaran.

“Kita harus menjaga tingkat kesehatan. Tahukah minyak goreng curah sebagian itu adalah sebenarnya recyling dari minyak bekas yang dari sisi kesehatan tidak terjamin,” ujar Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.

Dalam menerapkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, pasal 8 ayat (1) huruh i dan h, dan Undang-undang nomor 7 tahun 1996 Tentang Pangan, Pemerintah memalui Menteri Perdagangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 9/2009, bahwa dimulai pada

1 Januari 2020 minyak goreng harus dijual dalam bentuk kemasan yang memuat label keterangan barang, ini dilakukan untuk melindungi konsumen dari produk yang

tidak sehat. Dikatakan tidak sehat karena minyak goreng curah tanpa label terindikasi memakai minyak bekas yang diolah ulang dan kualitas minyak tidak bisa dipertangungjawabkan karena tidak melewati pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Pelaku usaha seringkali melakukan kecurangan dalam praktek usahanya dengan menjual minyak goreng tanpa label pasca keluarnya permendag minyak goreng wajib kemasan, yang mengakibatkan kerugian bagi konsumen yang mengkonsumsinya. Labelisasi merupakan pemberian informasi barang kepada konsumen yang wajib dilakukan oleh produsen, penyalur dan penjual minyak goreng.

Dalam pasal 8 ayat (1) huruf i Undang-undang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memasang label atau membuat penjelsan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat.

Bagi pelaku usaha maupun distributor yang menyalurkan barang berupa minyak goreng tanpa label baik disengaja ataupun tidak disengaja yang dapat membahayakan kesehatan konsumen dapat dikenakan sanksi pidana yang terdapat

pada pasal 62 ayat (1) Undang-undang Perlindungan Konsumen yang berbunyi

pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000.00,- (dua milyar rupiah).

Guna mendapatkan informasi atas kondisi tersebut diatas belum lama ini awak media AP mencoba melakukan konfirmasi kepada H. Wawan pemilik usaha tersebut melalui Aplikasi Whatsuppnya, namun hingga berita ini ditayangkan belum ada penjelasan terkait pembuangan limbah serta ijin usaha dan ijin BPOM yang dimiliki. (Obe)

spot_img
POPULER
BACA JUGA
spot_img