Kamis, Februari 20, 2025
- Advertisement -spot_img
BerandaBeritaMayarakat Dusun Granada Desa Jembatan Kembar Lembar, Lombok Barat, NTB, Memperingati Maulid...

Mayarakat Dusun Granada Desa Jembatan Kembar Lembar, Lombok Barat, NTB, Memperingati Maulid Nabi Besar Muhamad SAW, Pada Masa Pandemi Covid -19 Dengan Tetap Mematuhi Protokol Kesehatan

spot_img

Lombok Barat, aspirasipublik.com – Pada hari ini, Minggu 1 Nopember 2020 bertepatan dengan 15 Robiulawal 1442 H ,Mayarakat Dusun Granada desa jembatan kembar lembar lombok barat memperingati maulid Nabi Besar Muhammad SAW, Pada masa pandemi covid -19 dengan tetap mematuhi protokol kesehatan sesuai ajuran pemerintah, dengan mengangkat tema “Dengan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Kita tingkatkan Spirit Dalam Penguatan Karakter Pemuda Masa Kini.” Pelaksanaannya dilakukan di masjid Baiturrahman Dusun Granada diprakarsai oleh Kadus Granada Ahyar Rosi, para tokoh pemuda/pemudi diketuai oleh Eka Kusuma Wardana dan orang tua serta ibu – ibu yang jumlah KK hanya sekitar 70 KK terdiri dari dua RT yaitu RT. 01 Bapak Suherman, RT.02 bapak Umar.

Dihadiri oleh tokoh agama Islam dan tokoh masyarakat yang berada di kecamatan lembar lombok barat diantaranya Kepala Desa jembatan kembar Bapak Ustat Amirullah, TGH.Khairil Azmi S.PdI., TGH. Marliadi, S.Ag.MA. bapak H Zulkarnaen,.Tepat pukul 09.00 Ustat Rizal selaku MC membuka acara dan dilanjutkan  dengan pembacaan kalam ilahi (pengajian) oleh Ustat Setia Budi Yulianto dilanjutkan sambutan atasnama tuan rumah yang diwakili oleh kepala desa jembatan kembar Ustat Amirullah S. Sos dan dilanjutkan dengan ceramah agama Hikmah Maulid  oleh TGH. Khairil Azmi S.PdI. Mengambil tema perjalanan Baginda Junjungan Alam Nabi besar Muhamad SAW dalam mensiarkan islam dan pesannya kepada jemaah yang hadir selalu berselawat dan Menguatkan persatuan kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW. Dilanjutkan dengan hataman Al Quran Dipimpin oleh Sekertaris MUI lombok barat dan menjabat Ketua  KUA kecamatan Lembar TGH. Marliadi, S.Ag. MA. Membimbing dan menuntun para santri dan santriwati dalam menamatkan Al Quran antara lain 1. M Qomarul Adha putra dari Bapak Ustat Muslim dan Ibu ustazah Misnah., 2. M Irawan Apriliansyah putra dari bapak Muhamad dan ibu Mulisah., 3. Muhammad Wira putra bapak Muhibin dan ibu Maemunah., 4. Anggun  Putra dari Bapak Agus Hendrawan dan ibu Almarhumah Marni.

Para santri dan santrwati ini mengaji setiap hari selesai sholat magrib sampai isha dipimpin oleh Ustat Muslim ini telah menamatkan Al Quran dan menjadi contoh untuk adik – adik yang lain di dusun granada. Dilanjutkan dengan acara ngurisan dipimpin oleh Ustat Masrin dengan membacakan selakaran al berjanji kali ini dua bayi dibawa keliling diptong rambutnya oleh seluruh yang hadir kedua bayi itu adalah Dende Majani Sakira purta dari pasangan Janu Dwi Suherman dan ibu Siki. Da ammatul Faida putra dari pasangan Ustat Muslim dan Ibu ustazah Misnah ,setelah itu dilanjutkan tahlil dan Zikir dipimpin oleh  bapak H Zulkarnaen ditutup Doa oleh TGH. Marliadi, S. Ag. MA. untuk keberkahan acara Maulid Nabi Besar Muhamad SAW.

Tradisi seperti ini berlaku di setiap dusun dan desa Khusus di Pulau lombok yang pelaksanaanya satu bulan penuh, Inilah salah satu kekayaan budaya Islami danTradisi merayakan Maulid Nabi besar Muhamamad SAW di wilayah lombok Nusa Tenggara Barat pada hari sabtu tanggal 30 Oktober juga masih dalam rangkaian acara maulid telah di Khitan Raja Darka Hastanta Putradari Bapak Amri Prihatin dan ibu Baiq Puspitasari keluarga dari wartawan Aspirasi Publik Dr. Joko Susilo Raharjo Watimena S. PdI. MM.Turut hadir dalam acara Khitanan tersebut seluruh keluarga besar bapak Amri Prihatin Dan Baig Puspitasari, Hadir pula TGH Muhammad Taisir Al Azhar, Lc. MA. pimpinan pondok pesantren Asshohwah Al Islamiyah Gerung Lombok barat  perwakilan 4 sekawan ,Kepala Dinas kehutana Provinsi NTB Dr (C).Ir. Madani Mukaram, BSc.F., M.Si dan kepala Sekertariat  Bawaslu Provinsi NTB  Lalu Ahmad Yani S.KM,M,

Wartawan Ap akan mengurai sedikit terkait maulid di lombok Nusa Tenggara Barat yang penuh keunikan dalam memperingatinya. Kata mulud berasal dari kata bahasa Arab, yaitu maulid, tetapi karena memasuki wilayah tradisi, maka kata maulid lama kelamaan berubah menjadi bahasa lokal Sasak, yaitu mulud. Bagi masyarakat Sasak maulid dan mulud itu disamakan walaupun masing-masing sebutan itu berbeda dalam bahasa Arab. Dengan demikian, maulid dan mulud itu didefinisikan sebagai kelahiran junjungan Nabi besar Muhammad saw.Umat Islam Sasak pada dasarnya sama dengan suku-suku yang lain dalam hal percaya kepada Nabi Muhammad saw., yang bersungguh-sungguh dalam membangun dan mengubah peradaban Islam. Oleh karena itu, kata mulud sering digabung dengan kata nabi serta diberikan batasan arti, yaitu sebagai hari agung yang disebabkan karena lahirnya makhluk yang sangat agung dan paling mulia sekaligus memiliki budi pekerti dan jasa tanpa pamrih, yang dengan kesungguhannya mampu mengubah peradaban dunia menjadi Islami dalam waktu yang relatif singkat. Sementara itu, mulud (bahasa Sasak) sering diterjemahkan dengan bibir oleh masyarakat suku Sasak, jika dikaitkan dengan tradisi upacara perayaan, maka mulud berarti jalan untuk kenyang. Dengan demikian, definisi mulud adalah suatu keharusan bagi masyarakat suku Sasak dalam menyediakan segala prasarana berupa materi yang sebanyak-banyaknya untuk dijadikan sebagai bahan konsumsi dalam upacara perayaan maulid berlangsung.

Definisi seperti ini sering dikemukakan oleh suku Sasak yang terlibat sebagai tokoh adat yang komitmen dalam mempertahankan tradisi, begitu juga pihak anggota masyarakat yang teguh membudayakan adat kebiasaan. Dalam rangka perayaan maulid, kebiasaan yang dilakukan masyarakat Sasak adalah memusyawarahkan waktu penyelenggaraan upacara perayaan. Menurut mereka, waktu untuk perayaan maulid Nabi tidak hanya terpaku pada tanggal 12 Rabîual-Awwal, akan tetapi seluruh hari yang terdapat dalam bulan tersebut menjadi waktu upacara perayaan, tergantung dari hari atau tanggal yang telah disepakati oleh masing-masing dusun.

Dalam pertemuan itu dibicarakan pula tentang berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan dalam rangkaian upacara maulid, terutama berbagai perlombaan bidang keagamaan, seperti lomba-lomba bidang spiritual : lomba cerdas cermat agama Islam, lomba azan, busana muslimah, tâhfîdh al-Qur`ân khusus ayat-ayat pendek, dan lain-lain.Berbagai perlombaan ini dilaksanakan semata bertujuan untuk merangsang dan memotivasi generasi muda untuk cinta terhadap ajaran-ajaran agamanya serta menanamkan kesadaran untuk cenderung mengamalkan seluruh ajaran agama dalam mengarugi bahtera kehidupan, sehingga menjadi muslim /muslimah yang beriman dan bertaqwa, ta`at kepada Allah dan mampu menjadikan Nabi Muhammad saw suri tauladan. Memeriahkan upacara peringatan maulid Nabi menjadi tugas personal dalam intern suku Sasak, apakah mereka berstatus sosial sebagai remaja atau pemuda, anak-anak, orang tua, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, tak terkecuali para ibu-ibu. Di antara sebagian tugas-tugas mereka adalah menyiapkan barang-barang konsumsi yang akan digunakan pada waktu penyelenggaraan berlangsung, seperti membikin aneka makanan yang bervariasi semisal snack atau jajanan yang akan dijadikan sebagai sajian pada waktu penyelenggaraan upacara. Adapaun jenis-jenis snack atau jajanan yang sering mereka bikin adalah jajan-jajan lokal, yaitu banget rusul, jaje bawang, jaje goreng, jaje peyek, poteng jaje tujak, kaliderem, kuping gajah, renggi, angin-angin, wajik, pangan, iwel, dan lain sebagainya. Dari seluruh jaje yang mereka bikin ada jaje yang paling berkesan dalam menggunakannya sebagai barang konsumsi pada perayaan upacara maulid, yaitu banget rusul. Jaje ini sangat mempengaruhi tingkat kemeriahan upacara perayaan maulid. Banget rusul adalah kemasan jajan lokal yang bahan bakunya dari ketan dan santan yang dibubuhi umbi kunyit agar berwarna kekuning-kuningan. Setelah dikemas sedemikian rupa, jajan ini menjadi lengket. Pemberian nama dengan banget rusul sebagai manifestasi dari nilai filosofis yang terkandung di dalamnya.

Selain menyiapkan jajanan, suku Sasak juga menyiapkan aneka lauk-pauk serta sayur-mayur, sehingga rata-rata dari mereka menyembelih hewan unggas, ternak sapi, kambing, kerbau, dan sebagainya. Ukuran kualitas dari hewan yang mereka sembelih sangat tergantung pada tingkat kesederhanaan dan kemewahan upacara perayaan yang akan diselenggarakan; baik acara ngurisan, nyunatan, maupun namatan. Semua persediaan barang-barang konsumsi itu adalah untuk memenuhi persediaan tahap berikutnya, yaitu memeriahkan upacara perayaan dengan mengoleksi barang tersebut dalam sebuah nampan besar yang lazim disebut oleh kalangan Sasak dengan dulang nasik, dulang jaje dan, dulang penamat.

Dulang dalam pandangan suku Sasak adalah salah satu alat upacara adat yang sering dipergunakan pada acara-acara seremonial seperti roah ngurisan, dan nyunatan sebagai wadah untuk bahan makanan baik berupa jajan, nasi, dan buah-buahan yang telah tersedia oleh pihak shahibulhajat atau dengan kata lain nampan besar yang penuh terisi dengan aneka makanan.  

Hari Upacara, kebiasaan yang berlaku dalam intern suku Sasak, khususnya dalam memulai upacara perayaan maulid Nabi, adalah menyiapkan tiga jenis dulang: dulang nasik, dulang jaje, dulang penamat. jenis dulang ini akan dijadikan sebagai sajian bagi para tamu undangan yang hadir semenjak upacara berlangsung. Ada juga dinaikan ke masjid. Hal itu menjadi suatu kebiasaan suku Sasak yang tidak bisa ditinggalkan, sehingga tidak heran masing-masing kepala keluarga menaikkan dulang-dulang tersebut tanpa pertimbangan-petimbangan yang mengkhawatirkan semisal jatuh miskin, melarat, dan lain-lain. Kenyataan tersebut merupakan praktek untuk mempertahankan tradisi nenek moyang, sekaligus sebagai realisasi senang dan simpati mereka dalam rangka menyambut perayaannya. Kendati demikian, tidak sedikit status ekonomi mereka berada di bawah kesederhanaan bahkan banyak juga di antara mereka masih membutuhkan uluran tangan dari mereka yang dianggap mapan atau mampu. Dulang-dulang yang telah dibawa ke masjid itu akan dijadikan sebagai santapan bagi para jamaah yang ikut menyelengarakan jalannya upacara perayaan. Struktur acaranya dilaksanakan dengan bertahap. Tahap pertama, menaikkan dulang nasi sebelum acara seremonial dilaksanakan, seperti acara tahlilan, zikir, do`a, mendengarkan ceramah pengajian agama yang akan disampaikan oleh pemuka agama (TGH, Kiai, dan ustadz), membaca albarzanji, dan lain sebagainya. Adapun acara begibung dilaksanakan sebelum pengajian dengan catatan masing-masing dulang nasi diformasikan untuk dua orang atau tiga orang bahkan ada yang diberi jatah satu dulang untuk satu orang. Pemberian jatah tersebut sangat tergantung pada jumlah dulang dan tamu undangan yang hadir pada upacara perayaan. Untuk memenuhi tahap acara berikutnya, para jamaah mengikuti acara yang telah ditentukan oleh panitia upacara, yaitu mendengarakan secara seksama ceramah pengajian tentang sejarah Rasulullah dalam mendakwahkan risalah Allah di bumi, tak terkecuali visi dan misi yang diembannya. Acara kemudian dilanjutkan dengan tahlilan dan zikiran, setelah acara ceramah pengajian berakhir. Begibung adalah adat yang selalu diperaktekkan oleh masyarakat suku Sasak pada saat makan yang telah tersedia dari dulang nasi; dengan demikian, dapat diartikan adat atau cara makan bersama dalam sebuah nampan atau piring. Dulang jaje dinikmati dan disantap oleh para jamaah setelah tahlilan dan do`a.

Hal ini dilakukan untuk mengisi tahap yang kedua. Adapun dulang jaje ini tidak jauh berbeda dengan dulang nasi dalam hal penjatahan, cuma saja pada dulang nasi dipenuhi dengan lauk-pauk serta sayur-mayur yang beraneka ragam kemasan. Sedangkan pada dulang jaje dipenuhi dengan aneka jenis jajan dari jajan lokal. Selain dulang nasi dan dulang jaje, dulang penamat juga tidak kalah pentingnya untuk dinaikkan ke masjid oleh masyarakat suku Sasak. Ada juga yang  ngurisan pada bulan Rabi„ al-Awwâl tetap diyakini sebagai hal yang paling baik, sehingga masing-masing kepala keluarga yang telah mengadakan upacara ngurisang di rumah, dengan tidak segan mereka kembali mengikuti acara ngurisang yang diselenggarakan di masjid.

Upacara ngurisang dipraktekkan dengan konsisten oleh masyarakat Islam Sasak, karena diyakini memiliki nilai yang positif di kalangan mereka, terutama adalah dalam rangka menanamkan serta memperkenalkan nilai jati diri bagi bayi yang telah dicukur tersebut. Selain itu, juga memperkenalkan mereka dengan nabinya yang akan dijadikan suri tauladan untuk masa depannya. Adapun kebiasaan yang sering dilaksanakan dalam upacara ngurisang ini adalah pembacaan shalawat berzanji sambil bayi itu dibawa berkeliling untuk dicukur secara bergiliran kepada para jamaah..Tradisi seperti ini berlaku di setiap dusun dan desa Khusus di Pulau lombok yang pelaksanaanya satu bulan penuh ,Inilah salah satu kekayaan budaya Islami yang ada di Pulau Lombok yang patut tetap dilestarikan. “Dengan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW,Kita tingkatkan Spirit Dalam Penguatan Karakter Pemuda Masa Kini”.sesui dengan moto dusun Granada dalam memperingati Maulid Nabi Besar Muhammad SAW. (Red)

spot_img
POPULER
BACA JUGA
spot_img