Rabu, Februari 19, 2025
- Advertisement -spot_img
BerandaPendidikanDi Webinar Nasional FH UKI, Senator DPD R.I Ini Tegaskan Soal ‘Salus...

Di Webinar Nasional FH UKI, Senator DPD R.I Ini Tegaskan Soal ‘Salus Populi Suprema Lex Esto’ di Pilkada Masa Pandemi Covid – 19

spot_img

Jakarta, aspirasipublik.com – Di Webinar Nasional Fakultas Hukum (FH) Universitas Kristen Indonesia (UKI), Dr. Teras Narang, S.H., Senator DPD RI dapil Kalteng mengingatkan soal doktrin ‘Salus Populi Suprema Lex Esto’, yaitu prinsip yang menempatkan keselamatan rakyat sebagai hukum tertinggi bagi suatu negara.

“Kami dari Komite I DPD RI sejak awal, telah mengkaji situasi dan kondisi dari berbagai aspek, sehingga kami memutuskan menolak Pilkada tahun 2020. Karena, kami berprinsip selaras dengan doktrin yang diterima secara universal, soal ‘Salus Populi Suprema Lex Esto,’ yaitu prinsip yang menempatkan keselamatan rakyat sebagai hukum tertinggi bagi suatu negara,” ujarnya dalam webinar, Kamis (15/10/2020).

Webinar FH UKI ini bekerjasama dengan Program Studi (Prodi) Doktor Hukum UKI dan Komite Pemilih Indonesia (TePI), dengan tema “Bagaimana Menata Pilkada di Masa Pandemi Covid-19”. Acara berlangsung dengan aplikasi Zoom Meeting dan YouTube Live Streaming, yang dikendalikan dari ‘central host’ kampus pusat  UKI, Cawang, Jakarta Timur.

Dijelaskan mantan Gubernur Kalteng dua periode ini, Komite I DPD RI memandang bahwa tingkat kerawanan penularan Covid-19 masih memiliki tren kenaikan yang cukup tinggi.

“Dalam dialog Komite I DPD RI dengan Mendagri beberapa waktu lalu, kami juga telah menyampaikan berbagai alasan agar Pilkada Serentak tahun 2020 ditunda, dan diundur ke tahun 2021. Karena kami menilai, tingkat kerawanan meningkatnya penularan virus Covid-19, masih tinggi di berbagai daerah,” bebernya.

Selain itu, belum maksimalnya sanksi yang diterapkan Komisi Pemilihan Umum  (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), kepada  masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan atau melanggar ketentuan, termasuk para pasangan calon (paslon) Pemimpin Daerah dan para tim suksesnya (timses).

“Kami juga melihat, beberapa fakta lapangan, dimana beberapa waktu lalu, pak Mendagri menegur 72 pertahana dan para timsesnya, yang melanggar protokol kesehatan. Kemudian juga menngetahui, sahabat kita ketua KPU positif terkena oleh Corona, juga ada peringatan dari Pak Doni Monardo yang masih dilanggar. Belakangan ini, Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga positif Covid, dan masih banyak lagi kerawanan yang mengkhawatirkan masyarakat itu sendiri,” paparnya.

Mantan anggota DPR RI juga menginventarisasi beberapa sikap dari suara publik yang meminta penundaan Pilkada 2020, seperti dari PBNU; Muhammadiyah; Komnas HAM; tokoh-tokoh publik, termasuk Jusuf Kalla. Banyak organisasi kemasyarakatan dan akademisi tetap menginginkan agar Pilkada tanggal 9 Desember 2020 ini ditunda

Bahkan mantan Ketua Ikatan Alumni UKI inipun mencatat, Ketua MPR dan berapa kelompok masyarakat lain belakangan ini meminta adanya opsi penundaan untuk dipertimbangkan.

“Tentu pertanyaan kita, mengapa permintaan ini yang harusnya didengarkan, tapi kenyataan masih belum dapat dilaksanakan? Dan malahan tidak ada penundaan,” tandasnya.

Faktor lain menurutnya, yang masih menjadi pertimbangan adalah, besarnya biaya Pilkada juga menjadi problem, karena seharusnya dapat dialihkan kepada penanggulangan Covid.

“Menurut hemat kami, besarnya biaya Pilkada juga perlu mendapat perhatian. Terutama dari sisi anggaran yang justru pada saat ini tidak menunjukkan adanya skala prioritas dari Pemerintah, khususnya dalam penanganan untuk Covid 19. Kemudian juga pertaruhan berkenaan dengan kredibilitas dan tentunya kualitas demokrasi yang diselenggarakan di tengah pandemi, perlu kiranya juga menjadi perhatian utama,” imbuhnya.

Sebab itu menurutnya, jika Pemerintah tetap melaksanakan Pilkada, maka PERPPU dapat menjadi opsi guna pengaturan tindakan tegas berkenaan dengan pelanggaran protokol kesehatan.

“Saya berpendapat bahwa PERPPU dapat menjadi opsi guna pengaturan yang memuat tindakan tegas berkenaan dengan pelanggaran protokol kesehatan, baik lewat denda besar hingga pidana, yang membuat kandidat benar-benar serius di dalam menjaga keselamatan. Ini adalah opsi, manakala tidak ada penundaan,” pungkasnya.

Acara yang dipandu moderator Diana Napitupulu, SH, MH, MKn, M.Sc, Dosen dan Kepala Departemen Dasar-dasar Ilmu Hukum FH UKI itu diikuti 300 lebih partisipan terdiri dari: para Dosen, para mahasiswa, politisi, anggota KPUD Indonesia Timur, praktisi hukum, para para tim sukses, serta masyarakat umum  dari berbagai daerah (Jabodetabek, Bitung (Sulawesi Utara), Surabaya, Malang, Salatiga, dan lain-lain).

Ada 4 (empat) nara sumber sebagai pembicara Webinar tersebut yaitu: (1). Dr. Juri Ardiantoro, S.Pd, M.Si, Deputy IV Bidang Informasi dan Komunikasi Politik Kantor Staf Presiden RI (Mantan Ketua KPU R.I/ Mantan Ketua KPUD DKI Jakarta); (2). Dr. Teras Narang, SH, Senator DPD RI dapil Kalteng (mantan Gubernur Kalteng); (3). Prof. Dr. John Pieris, S.H., MS, Guru Besar Hukum Tata Negara FH UKI (Ketua Program Studi Doktor Hukum UKI dan Anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR R.I 2020-2024); dan Jeirry Sumampouw, STh, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI).

Sementara Ir. Maurits Mantiri, MM Calon Walikota Bitung, Sulawesi Utara sebagai pembicara tamu, dalam sharing-nya mengatakan, betapa sulitnya tantangan para paslon melakukan sosialisasi program dan kampanye di masa pandemi Covid-19. Karena yang dihadapi sekarang sekitar 30-50 orang yang bertanya lebih detail dan kritis.Di awal acara, Rektor UKI, Dr. Dhaniswara K. Harjono, SH, MH., MBA memberikan sambutan seraya membuka webinar secara resmi. Dalam kesempatan tersebut, Ketua Dewan Pembina Yayasan UKI, Edwin Soeryadjaya juga turut memberikan wejangan kepada para peserta webinar. (DANS)

spot_img
POPULER
BACA JUGA
spot_img