Bekasi, aspirasipublik.com – Sekolah Dasar (SD) Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Jaya Suti Abadi yang ada di Kp.Rukem Desa Mangunjaya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, diduga bersengketa keluarga terhadap hak waris, dan terancam ditutup.

Dengan dasar hak waris atas nama Cita Suherman anak kandung dari Alm. Djembar Bin Jaya Mulya yang rupanya sekaligus sebagai pemilik lahan tanah di Sekolah Jaya Suti Abadi, sedang memperjuangkan hak waris nya yang selama ini telah di kuasai oleh pihak yang masih bersangkutan keluarganya.
Perjuangan itu bukan hanya baru kali ini dilakukan, 3 (Tiga) tahun kurang lebih dilakukannya bersama keluarga untuk mendapatkan hak warisnya, namun sampai saat ini dari pihak yang menguasai lahan tidak kunjung adanya itikad baik terhadap dirinya selaku hak waris.
Hal itu disampaikan oleh Subhan Budihartoyo selaku pendamping yang turut bersimpati atas kejadian yang di alami Cita Suherman (Hak Waris), dirinya menjelaskan perkara yang masih ruang lingkup keluarga ini seharusnya bisa terselesaikan dengan cara keluarga juga.
“Hak waris dan pihak lainnya yang masih keluarga (penguasa lahan tanah) yang telah berdiri bangunan sekolah di atasnya, seharusnya tidak harus mencapai ke ranah yang jauh seperti pengadilan.” Terangnya Subhan di Desa Mangunjaya, Kamis (01/10/2020) lalu.
Menurutnya ini masih sama sama keluarga, namun yang membuat bingung kenapa pihak yang menguasai fisik lahan itu masih bersih keras tidak menyelesaikan persoalan dengan musyawarah saja, akan tetapi seakan menantang pihak hak waris untuk melakukan gugatan lahan tersebut.
Setelah saya simak baik baik, masih kata Subhan tuturnya, ternyata hak waris mempunyai bukti yang kuat untuk mendapatkan hak warisnya, karena memang tanah lahan tersebut adalah milik Orangtuanya (Djembar Bin Jaya Mulya) dengan dilampirkan bukti bukti yang menurut saya Valid dan bisa di pertanggung jawabkan kebenarannya.
Hal senada di ucapkan oleh Hak waris Cita Suherman, bahwa hari ini sudah mencoba kembali dengan jalan musyawarah secara kekeluargaan, namun dirinya kecewa terhadap pihak yang memang menguasai lahan tidak memberikan titik terang.
“Jika memang musyawarah secara kekeluargaan ini tidak diketemukan jalur Mupakat, maka jalur hukum lah yang harus di tempuh untuk menentukan hak milik lahan Sekolah Jaya Suti Abadi tersebut, saya sudah lelah melakukan perjuangan ini.” Terangnya Cita.
“Bila terus seperti ini, maka tidak menutup kemungkinan berdampak kepada sekolah, yang mau tidak mau Sekolah harus di tutup sementara, dan saya akan membuka semua perjalanan yang selama ini sudah saya tempuh.”Imbuhnya.
Hari ini senin, 12 Oktober 2020 saya datang ke sekolah mendampingi keluarga untuk menanyakan hak warisnya, namun pihak dari tergugat sebagai keluarga sendiri masih belum ada itikad baik juga,” Ujar Budi selaku paman dari Cita Suherman sebagai ahli waris.
Di tempat yang sama ketika awak media bersama sama mencoba untuk mengkonfirmasi kepada pihak pemilik sekolah (tergugat) dengan cara itikad baik, jawabnya seorang perempuan “tunggu ya pak, nanti pengacara saya datang.” Ujarnya.
Namun setelah terjadinya pertemuan antara kedua belah pihak, tergugat dan penggugat, seorang pengacara bernama Veronica Situmorang dari pihak tergugat menghampiri sengaja mengusir wartawan yang hendak meliput, dengan Bahasa “keluar kamu sekarang, atau saya laporkan polisi, dengan nada kesal dan marah. Sontak membuat awak media kaget. Hal ini sangat di sayangkan dengan perilaku pengacara tersebut. Secara jati diri tugas awak media bekerja di lindungi dengan undang undang pers nomor 40 tahun 1999, bahkan ketika orang lain menghalang halangi untuk sebuah peliputan kegiatan jurnalistik jelas diatur di dalam UU Pers No 40 Tahun 1999 pada Pasal 18 Ayat (1) yang menyebutkan, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah). Apakah tindakan yang di lakukan oleh seorang pengacara tersebut dapat di benarkan? (sg)