Sambungan berita, tentang perjuangan Kelompok Tani Dayak Misik
DI KALTENG, 4 JUTA HEKTAR LAHAN PERKEBUNAN DIDUGA TANPA IJIN/HGU.
Sebagai tindak lanjut perjuangan kelompok Tani Dayak Misik di 5 Desa Kecamatan Kota Besi yang sudah lama menuntut agar lahan yang dikuasai PT Nusantara Sawit Persada (PT. NSP.) berlokasi di Kec. Kota Besi, meliputi Desa Kandan, Desa Palangan, Desa Simpur, Desa Camba dan Desa Soren, yang yang dikuasai dan diusahai namun tidak punya ijin sertifikat Hak Guna Usaha HGU), yaitu sekitar 2800 hektar didalam ijin lokasi plepasan hak dan 690 hektar diluar ijin lokasi pelepasan hak. Dengan jumlah luas kira-kira 3490 hektar, tuntutan, agar lahan tersebut segera dikembalikan, diserahkan kepada masyarakat di 5 desa di areal perkebunan dimaksud, karena lokasi tersebut pada dasarnya adalah hutan adat atau milik masyarakat adat. Juga lahan tora sesuai dengan Perpres no. 86 thn 2018 tentang Reforma Agaraia dan inpres no 8 thn 2018 seluas 20 % dari 13.000 hektar segera diserahkan kepada masyarakat. Dengan demikian kehidupan/ ekonomi masyarat adat setempat akan lebih baik karena kedatangan, keberadaan investor di lingkungan mereka.
![](http://www.aspirasipublik.com/wp-content/uploads/2019/12/KEMENKO-PEREKONOMIAN-3-300x300.jpg)
Jakarta, aspirasipublik.com – Maka pada hari kamis 28 September 2019, yang dimulai pkl 13. 30 telah diadakan pertemuan di Kemenko Perekonomian, atas undangan Bupati Kab Kotim, namun tidak membuahkan hasil yang signifikan.
Sangat Kecewa Sekali Dengan hasil Pertemuan.
Sehubungan dengan hasil tersebut, Sabran Achmad (88) Sesepuh, tokoh dan seorang pendiri Provinsi Kaimantan Tengah yang masih hidup dan Pembina Forum Kordinasi Kelompok Tani Daya Misik (FKKTDM) mengatakan sangat kecewa sekali, dengan pertemuan di Kemenko Perekonomian pada tanggal 28 nopember 2019 lalu, ketika dihubungi melalui ponselnya. Pertemuan tersebut difasilitasi Pemkab Kotim Kalteng karena sudah ke sekian kalinya difasilitasi Pemkab Kotim, namun belum ada titik temunya, belum ada hasil yang signifikan.
Sesepuh Sabran mantan ketua BPS dan mantan Ketua DAD Prov. Kalteng ini mengatakan, bahwa menambah kekecewaannya adalah sebab pihak Perusahaan PT Nusantara Sawit Persada (PT. NSP) tidak hadir pada pertemuan tersebut tanpa alasan. Dan Sabran mempertegas dengan memaparkan Bahwa PT. NSP. sudah menguasai lahan illegal tanpa ijin, tanpa seritifikat Hak Guna Usaha (HGU), seluas kurang lebih 3490 hektar. Pada hal melalui pertemuan ini, masyarakat/kelompok tani Dayak Misik sudah sangat mengharap, kehidupan masyarakat dapat lebih baik dilingkunagan perusahaan, supaya ada solusi, yaitu hak mereka bisa terwujud, agar memperoleh lahan tora untuk pertanian/perkebunan sesuai dengan amanat Perpres no. 86 tahun 2018 tentang Reforma Agararia 20 % dari luas lahan sesuai dengan seritfikat HGU dan Inpres No 8 thn 2018 tentang Penundaan Hutan untuk Perkebunan Sawit. Dimana Kelompok Tani Dayak Misik menuntut 5 hektar dari seluas lahan jutaan hektar di pulau Kalimantan
Konflik Berkepanjangan
Pertemuan adalah untuk kordinasi dan konsultasi , hal itu dikatakan pimpinan rapat Muksin Kabid Pemanfaatan Hasil Hutan, kepedulian Pengelolaan Energi, sumber Daya Alam Dan Lingkngan Hidup dan Moderator adalah Guntur, Kasubbid Penggunaan Kawasan Hutan. Dan peserta rapat adalah Perwakilan Biro hukum, Persidangan dan Hubungan Masyarakat Kemenko Perekonomian, Kasubdit Perubahan Kawasan Hutan Dirjen Planology Kehutanan Dan tata Lingkungan KLHK, Kasubdit Dirjen Penanganan Masalah Agararia, Pemanfaatan Ruang dan Tanah, Kemen ATR dan BPN, Dari Kabupaten Kotawaringin Timur: Kabag Perekonoian Kotawaringin Timur, Kabag Pemerintahan, Kasubag Pertanahan Pemkab Kota Waringin Timur, Camat Kecamatan Kota Besi, Kepala Desa, Kepala Desa Perwakilan Kelompok Tani Dayak Misik / FKKTDM dan pendamping serta pemerhati dan simpatisan yang tidk disebutkan satu persatu, juga dari Polres Kotim dan Polda.
![](http://www.aspirasipublik.com/wp-content/uploads/2019/12/KEMENKO-PEREKONOMIAN-2-300x300.jpg)
Pada kesempatan ini pimpinan rapat banyak memberi penjelasan kemudian rapat dinyatakan supaya berbentuk diskusi. Dijelaskannya, Seperti fungsi Kemenko Pereknomian mengordinasikan sektor-sektor terkait, sementara penyelesaiannya di sektor terkait. Jadi kurang fokus secara signifikan untuk solusi penyelesaian sesuai dengan kewenangan masing masing pejabat peserta rapat, terkait tuntutan klaim lahan oleh masyarakat 5 Desa Kec. Kota Besi, membuat urusan ini akan segera selesai tentunya membuat konflik ini berkepanjangan . Pada hal keingian dan harapan masyarakat desa melalui Kelompok Tani Dayak misik adalhsederhan h-hak meeka sesuaide nagn regulasi yang ada diujudkan direalisasikan.
Hasil Cek Lapangan, Ada indikasi penguasaan Lahan Tanpa ijin oleh PT NSP.
Pemkab Kotim yang memfasilitasi pertemun, jurubicara Kabag Perekonomian Wim Benong memulai dengan menjelaskan alasan penundaan tgl 17 menjadi tgl 28 Nopember 2019 kemudian memperkenalkan rombongn yt. Kabag Pmerintahan Diana, Kasubag Pertanahan, Camat Kota Besi, advokasi Dayak Misik, Husin, dari Forum Kordinasi Kelompk Tani Dayak Misik (FKKTDM) sekretaris Dr Dagut Djunas SH MT, juga sebagai kordinator team, juga hadir mewakili Polres dan Polda
Menurut Wim atas informasi dari Dayak misik, penyimpangan di PT. NSP, sehingga melakukan pengecekan. Temuan dilapangan, ada indikasi penguasaan lahan dan penanaman diluar HGU masih di lokasi no. 48 tahun 2013 seluas 2700 hektar tanpa HGU, hutan HP. Berada di dalam lokasi Pelepasan, tapi 690 hektar di luar lokasi, diluar Pelepasan atau disebut HPK. Dikatakan bahwa sudah dadakan pertemuan di Pemda 31 Oktober dan 6 Nopember 2019 di lokasi perkebunan, namun tidak ada titik temu.
Wim mempertegas kedatangannya ke Kemenko Perekonoian terkait dengan Alokasi Totra yang 20 % dari 13.000 hektar di PT. NSP. sesuai dengan Reforma Agararia dan Inpres 2018 karena ada surat dari Dirjen Planoloy Kehutanan dan tata Lingkungan, Kemen LHK ke Pemkab Kotim sehingga di quorum mempertanyakan:, “Bagaimana, apa yang dilaksanakan, apa out putnya, apakah benuk sertifikat” Kalau di luar HGU bukan ranah Pemkab, jadi terkait dengan 20 % dari 13.000 ha Alokasi Tora: “Bagaimana mekanismenya, pulang dari sini ada solusinya supaya ada titik kesimpulan yang dibawa pulang” Tanyanya kepada pimpinaan sidang. Ketika pimpinan rapat mempertanyakan ketidak hadiran PT. NSP. Wim menjawab: “Perusahaan tidak datang walau sudah diundang”.
Dayak Misik Adalah Represetasi Setiap Kepala Keluarga Masyarakat Desa
Dr Dagut Djunas SH, MT Sekretaris FKKTDM Provinsi Kalteng, mantan pejabat Eselon 3 di Kantor Gubernur Kalteng juga ketua team, ketika diatanyai pendapatnya tentang hasil pertemuan, seusaai pertemuan tersebut mengatakan tidak puas, sebagaimana dia katakan disaat pertemuan dimaksud bahwa pertemuan sudah yang ke 3X. Dikatakannya, “Sebenarnya ada undangan dari Kemenko Perekonomian seyogianya pertemuan pada tanggal 21-11-2019” Tapi karena ada undangan dari Bupati/Pemkab Kotim juga ke PT NSP, sehinnga diundur untuk sekaligus dengan PT NSP, ternyata PT NSP tidak haddir tanpa alasan, menambah ketidak puasannya.
Menanggapi Kabag Pemerintahan Kabupaten Kotim dan Camat Kota Besi tentang keberadaan Kelompok Tani Dayak Misik, Dr Dagut menegaskan bahwa Kelompok Tani Dayak Misik adalah reprensentasi dari masyarakat, semua orang Dayak semua Kepala Keluarga di Desa tersebut tanpa terkecuali, tandasnya. “Kami melihat, tdk ada program plasma atau apa pun yang bisa mensejahterakan masyarakat kami, maksudnya masyarakat Dayak. Tandasnya, “Saya menantang, dimana masyarakat Dayak yang sejahtera karena plasma Perkebunan Sawit?” Ayo kita belajar ke sana!” Sebab itulah muncul, berjuang melalui Dayak Misik, yang anggotanya seluruh Kepala Keluarga di Desa.
Di Kotim saja keanggotaan Kelompok Tani Dayak Misik ada 125 Desa. Dan diseluruh Prov. Kalteng ada 765 Desa. Artinya adalah melalui Kelompk Tani Dayak Misik, masyrakat sangat berharap supaya ada perubahan hidup (perbaikan sosial Ekonmi masyarakat, Red) dengan hadirnya investor di Kalteng, namun investor semakin naik malah masyarakat semakin terpuruk, katanya
Kata Dr. Dagut, “Ini ada ibu Camat ada Kades, namun tidak ada respon dari pihak perusahaan PT NSP, memang PT. NSP sejak awal tidak memperhatikan itu adanya aturan. Sebenarnya dia, perusahaan tidak bisa menggarap dulu sebelum ada pelepasan. Karena itulah, PT NSP. dilaporkan Forum Kordinasi Kelompok Tani Dayak Misik (FKKTDM) ke Pemkab Kotim, sehingga Pemkab turun ke lapangan mencek, ditemui, didapatlah pelanggaran dari perusahaan (seperti yang sudah dipaparkan oleh Kabag. Perekonomian Kab. Kotim, kata Dr. Dagut
Karena Ibu Camat Kota Besi, yang malah memberi tanggapan, menyoroti tentang keberadaan Ormas Kelompok Tani Dayak Misik dan masyarakat, atau dianggap bias, di luar substansi masalah, bukan memberi masukan tentang solusi bagaimana supaya tuntutan masyarakatnya berhasil untuk meningkatkan taraf hidup atau sosial ekonomi mereka.
Sehingga Dr. Dagut menanggapi pendapat ibu Camat Kota Besi dengan mengatakan, Adanya jutaan hektar lahan perkebunan tanpa ijin, silahkan itu diurus juga, katanya yang diarahkan ke ibu Camat Kota Besi dan kades, maksudnya jangan yang sudah diurus Ormas FKKTDM sampai ke tingkat Menko dicampuri lagi, jangan diurusi yang sudah kami urusi, karena Camata dan Kades adalah aparat Pemkab Kotim, yng sehrusnya bermitra dengan Ormas atau NGO untuk memperhatikan berjuang meningkatkan sosial ekonomi masyarakat .
Dikatakan Dagut, “Yang 20 % dari luas lahan 13.000 hektar sesuai amanat Perpres no. 86 thn 2018 sudah jelas, kenapa yang diluar itu tidak diurusi,” Maksud Dagut, lahan diluar ijin HGU, seluas 3490 hektar, sebenarnya tadinya /sebelumnya adalah tanah hutan adat, walau belum terlegalitas, karena semua tanah di Kalimantan menjadi Tanah Hutan, menjadi pertanyan, tanah adat di mana.
Pak Dagut menanggapi pendapat kabag perekonomian Kb. Kotim, yang mengatakan adanya indikasi penguasaan lahan tanpa ijin, HGU, akan tetapi menurut Dr. Dagut bukan indikasi, sudah jelas lokasinya, lagi karena sudah jelas, titik ordinatnya, itu kawasan hutan tandasnya dan jelas lokasinya karena sudah dicek FKKTMD juga Pemkab Kotim sudah cek ke lapanan.
Konflik Bisa Berkepanjangan, 2 Masalah Perlu Segera Diselesaikan
Ada 2 hal yang perlu diperhatikan yaitu bagaimana menyelesaikan dengan cepat yang 20 % di dalam HGU, apalagi yang diluar Kawasn pelepasan terlebih yang di luar kawasan pelesan hutan yang diduga illegal atu melanggar peraturan, hukum. Berharap segera ada regulasi tentang illegal plantation, kalau tidak yang cepat bisa menyelesaikan ini, maksudnya pada pertemuan tersebut, akan mengakibatkan konflik berkepanjngan, terutama penyelesaian yang tanpa ijin, diluar HGU, terlebih diluar kawasan pelepasan Hutan. Karena kalau ada yg menyatakan ada ijin bupati, ijin bupati sudah tidak berlaku lagi, karena hanya berlaku 2 tahun yaitu sejak tahun 2019 berarti berlaku sampai thn 2011 pada hal sekarang sudah tahun 2019, berarti SK. Bupati sudah tidak berlaku lagi berrarti PT NSP sdh tidak ada legal formalnya atau pengelolaan lahan sudah illegal.
Di Kalteng, 4 Juta hektar Lahan Perkebunan Tanpa Ijin , Negara dirugikan?
Ditambahkan Dr. Dagut yang berpenampilan tenang dan setia mendampingi perjuangan masyarakat ini mengungkapakan bahwapengelolaan lahan Perkebunan sawit diluar ijin atau illegal di Kalteng seluas 4 juta Hektar, namun kelihatannya tidak ada yang usik, sudah berlangsung puluhan tahun, sehingga selain masyarakat sudah dirugikan tidak bisa menikmati sumber daya alamnya sepertti hasil hutan, berburu bebas menikmati alamnya, tapi juga Negara, karena pajak hasil perkebunan ini tidak tertagih. Dengan demikian diduga PT NSP sudah mengemplang pajak, sehingga diharapkan Perusahaan tersebut perlu menjadi perhatian stakeholders pengawasan.
Gugus Tugas Reforma Agararia Perlu Difungsikan/Tanggap.
Sementara Drs. B Beatus Sinaga MBA, MM sebagai pemerhati, pendamping dari DPN. Kerukunan Masyarakat Hukum Adat Nusantra (Kermahudara) yang berkantor pusat di Jakarta, menanggapi berbeda dengan mengatakan, masyarakat atau team pengurus Kelompok Tani Dayak Misik tidak harus capek-capek, tidak perlu juga harus sampai bolak balik ke Jakarta seandainya Gugus Tugas Reforma Agararia tanggap atau sudah berfungsi sebagaimana mestinya seperti Kelompok Tani Dayak Misik dari Kabupaten Kotim Prov. Kalteng ini, karena sudah jelas amanat regulasi tentang Tanah Objek Agararia (Tora) Perpres 86 thn 2018, pasal 22 ayat 2, menyatakan tentang Keanggotaan Gugus Tugas Reforma Agararia tingkat Kabupaten/Kota yaitu ditingkat Kabupaten seperti Kabupaten Kota Waringin Timur (Kotim) Ketua adalah Bupati, wakil ketua adalah Sekkab, ketua pelaksana harian adalah kepala Kantor pertanahan juga Pejabat Tinggi Pratama perangkat Daerah Kabupaten, pejabat kantor pertanahan kabupaten, tokoh masyarakat dan atau akademisi.
Penerapan Penegasan Tentang Sanksi
Menurut Beatus dengan adanya surat Dirjen Planology Kehutanan dan Tata Lingkungan No. S. 980/PKTL/KUH/PLA.2/82019, tgl 6 – 8 – 2019, perihal Petunjuk dan Arahan Sengketa antara PT. Nusantara Sawit Persada dengan Kelompok Tani Dayak Misik ditujukan kepada Kelompok Tani Dayak Misik yang tembusannya kepada Gubernur Kalteng, Bupati Kab Kotim. Surat tersebut pada poin 3.c, dengan tegas menyatakan: Apabila PT. Nusantara Sawit Persada melakukan pelanggran atas ketentuan yang telah diatur dalam keputusan pelepasan kawasan hutan, maka dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sehingga perlu penegasan tentan sanksi, penerapannya, serta siapa pelaksananya.
Setiap Pertemuan Perlu Dipersiapkan Dengan Matang
Dan pertemuan 28 Nop. 2019 yang seharusnya dapat lebih tegas merujuk ke sanksi tersebut di atas, ternyata malah tidak teragenda, karena ditanyakan ke Humas tentang pertemuan tersebut, humas mengordinasikan, yang kemudian dijawab seorang petugas mengaku dari protokoler Kemenko Perekonomian mengatakan tidak ada terdaftar adanya pertemun tersebut di protokoler Kemenko Perekonomian. Karena ruang rapat tidak memadai, sempit sehingga para peserta rapat sampai ada yang berdiri.
Pada hal pertemuan itu urgent tentang perbaikan taraf hidup Masyarakat Adat, masyarakat yang tinggal di desa dan bahwa pertemuan tersebut sepertinya tidak siap, atau tidak dipersiapkan dengan matang, karena pada rapat tersebut sepertinya baru memulai yang seharusnya sudah ada solusi, ada ketegasan bagi pengkeplang lahan yang seharusnya hak/milik Masyarakat Adat karena regulasinya sudah jelas, ada Perpres 86 thn 2018. Lagi pula untuk 690 ha pelanggaran lebih jelas, tidak ada ijin lokasi tidak ada HGU seharusnya PT NSP. sudah dapat sanksi. Pada hal Poktan Dayak Misik datang dari pelosok Desa nan jauh datang ke Jakarta berkali kali menguras tenaga, pikiran, waktu dan meninggalkan pekerjaan mereka, juga materi/ uang karena dengan biaya mereka sendiri.
Sehingga diharapkan Beatus, semua gugus tugas Reforma Agararia mau peduli dan serius berperan aktif untuk terujudnya amanat Perpres no. 86 thn 2018 dan Inpres no. 8 thn 2018 sebagai ujud Nawacita Presien Jokowi No. 3 dan no. 6, dan lebih peduli dan serius agar masyarakat dapat merasakan pelayanan ASN terkait dengan peningakatan taraf hidup masyarakat.
Permasalahan Ini Sudah Dilapor Ke Presiden RI
Perlu ditambahkan, keberadaan Drs B Beatus Sinaga MBA, MM, sebagai pendamping dari DPN Kerukunan Masyarakat Hukum Adat Nusantara (DPN Kermahudatara) karena terkait dengan surat Kelompok Tani Dayak Misik yang Tergabung dalam Forum Kordinasi Kelompok Tani Dayak Misik (FKKTDM) Prov. Kalteng ke Presiden RI No. 05/CB-SR-PL-SPl/KTDM/IV/2019, tanggal 24 April 2019 perihal: Laporan Terjadinya Penjarahan/Pencaplokan Hutan Adat dan Lahan Kelola Tanah Adat Masyarakat Adat Kelompok Tani Dayak Misik oleh PT. Nusantara Sawit Persada (NSP), tembusan disampaikan ke Staf Khusus Presiden dan DPN. Kermahudtara di Jakarta, yang diharapkan dapat berbuat seuatu untuk mewujudkan harapan masyarakat 5 desa Kec Kota Besi Kotim. Sehingga DPN Kermahudatara berperan aktif mendampingi Poktan Dayak Misik dan mengkawal permasalahan ini.
Perlu Penilaian Kinerja /Penerapan Punishment And Rewards Dengan Tegas
Masih menurut Beatus pemerintah dari pusat sampai daerah perlu commitment untuk melaksanakan peraturan tersebut agar kiranya tidak terkesan bahwa adanya peraturan hanya retorika, atau tidak terlaksana di masyarakat, atau bila tidak dilaksanakan pejabat atau ASN di tingkat Pemerintah Pusat sampai ke ujung tombak pemerintahan kepada masyarakat yaitu Kepala Desa dan Lurah supaya diberlakukan penilaian Kinerja dengan menerapkan Punishment an Rewards.
Permohonan ijin PT NSP, Pola Kemitraan Dengan Masyarakat.
Menurut Husin Ariadi, pendamping, advokasi Kelompok Tani Dayak Misik di Kotim bahwa pada waktu PT NSP mengajukan permohonan ijin ke KLHK thn 2010, diberi ijin dengan pola kemitraan dengan masyarakat pada hal itu tidak diterapkan. Dimana PT. NSP mengusahai lahan tanpa ijin diluar HGU atau yang termasuk Hutan Adat yang seluas 3490 hektar, diduga, atau dapat dikategorikan sebagai perampasan, perampokan hak masyarakat adat, kenapa harus dibiarkan tandasnya.
Tinjau Lapangn, Memberi Tanda Yang Diluar Ijin.
Sepulang dari Jakarta pada hari Minggu, Kelompok Tani Dayak Misik 5 Desa langsung kroscek lapangan, memberi tanda tanaman kebun kelapa sawit PT. NSP. yang di luar ijin lokasi dan di luar HGU yang statusnya masih di kawasan HPK seluas 690 hektar, Demikian laporan melalui Wa dari Kec Kandan Kotim. (Beatus, RED)