
Bandung, aspirasipublik.com, Penjualan obat keras atau masuk daftar G atau penenang secara Ilegal di Kabupaten Bandung dan Kota Bandung semakin marak. Bahkan sampai saat ini peredaran obat keras yang seharusnya pembeliannya menggunakan resep dokter itu, semakin terlihat fulgar di jual berkedok warung, Seakan transaksi terlarang ini tak mendapat pengawasan dari BPPOM dan Dinas Kesehatan Jawabarat, bahkan dari aparat penegak hukumpun seakan tutup mata.
Obat dengan nama latin chlorpromazine adalah obat golongan antibiotik fenitiazina yang digunakan untuk mengobati gangguan mental, seperti prilaku agresif yang membahayakan, kecemasan dan kegelisahan skizofrenia, psikosis, serta autisme
Tingginya angka kenakalan remaja yang berujung meningkatkan tindak kriminal di jalanan di kabupaten Bandung dan Kota Bandung , salah satu penyebabnya adalah penyalahgunaan obat keras tramadol serta excimer.
Hasil investigasi media aspirasi publik , berhasil mengungkap ada lebih dari 25 titik yang ada di kabupaten bandung dan Kota Bandung, salah satunya ada satu warung seperti apotik yang berada di Jalan Kopo, Kecamatan Margahayu, Kabupaten Bandung, Jawabarat secara terang terangan menjual obat keras (tanpa resep dokter) dan izin edar jenis tramadol serta excimer dengan berkedok sejenis warung
Saat dikonfirmasi, pelayan toko yang mirip warung yang enggan menyebutkan namanya mengaku, pihaknya menjual obat penenang jenis tramadol dan excimer kepada para remaja dan pelajar bahkan kepada orang dewasa sudah lebih satu tahun. Menurut pengakuannya, selain toko ini masih banyak toko yang mirip apotik lainnya yang menjual obat eximer dan tramadol tersebut di wilayah Provinsi Jawabarat. terutama Kabupaten Bandung dan Kota Bandung.“Toko kita masih baru pak, masih banyak warung yang lebih lama berjualan dari pada warung kita ini pak,” ungkapnya.
Penjual obat ini tanpa resep dokter dan izin edar, pelaku bisa dijerat dengan pasal 197 Jo 106 ayat (1) UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar, ** Ronald*