Jakarta, aspirasipublik.com – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Letjen TNI (Purn) Nono Sampono mengemukakan DPD telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk Papua bulan Oktober lalu. Pansus beranggotakan 15 orang dengan ketua putra asli Papua yang merupakan anggota DPD asal Papua Filep Wamafma. Pansus akan bekerja selama enam bulan. Namun bisa ditambah waktunya sesuai kebutuhan.
“Masalah Papua bukan sekadar masalah daerah tapi masalah bangsa. Maka wajar kalau kita semua terlibat dan harus melihat persoalan Papua sebagai persoalan bangsa. Jangan sampai terapi yang diberikan oleh negara, terapinya keliru. Sakitnya begini, obat yang diberikan keliru, atau over dosis,” kata Nono dalam Focus Group Discusion (FGD) bertema “Mewujudkan Keadilan dan Kesejahteraan di Papua” di Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Selain Nono, tampil pula sebagai pembicara adalah Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik, Ketua Pansus Papua Filep Wamafma, Direktur Eksekutif Papua Center Universitas Indonesia Bambang Shergi Laksmono dengan moderator Direktur Pemberitaan Beritasatu Media Holdings Primus Dorimulu.
Ia menjelaskan Pansus sudah bekerja dengan menemui Amnesty Internatioinal, Komnas HAM, LBH, bahkan sampai Menko Polhukam. Komite I DPD juga menyingung pembentukan Pansus itu dengan Mendagri.
“Malam ini Pansus bergerak menuju Jayapura. Menko polhukam kabarnya juga akan ke sana. Mudah-mudahan bisa sedikit menurunkan tensi menjelang tanggal 1 Desember (peringatan HUT OPM, Red),” jelas mantan Danjen Marinir ini.
Menurutnya, Pansus terutama dibentuk setelah ada kerusuhan di Papua, akhir September lalu. Kerusuhan hanya dipicu hal spele, namun dampaknya sangat luar biasa sehingga terjadi eksodus besar-besaran di sejumlah wilayah di Papua.
“Letupan luar biasa, merambah hampir sebagian besar daerah strategis di Papua. Kita tahu, cukup banyak instalasi dan sarana prasarana umum yang rusak. Bahkan gedung MRP dan DPRD terbakar. Letupan-letupan itu terjadi mungkin karna kita membiarkan persoalan itu menumpuk, terutama akar masalah. Kemudian masalah konflik Papua selalu menjadi masalah laten. Dia menjadi rentan dan menjadi komoditas politik di tingkat internasional. Ada kelompok bergerak di sana,” tutup Nono.
(Sumber : Suara Pembaruan)