Bekasi, aspirasipublik.com – Dalam Menyambut Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia Ke 74 dan Hari Jadi Kab Bekasi Ke 69, pengelola Gedong Juang 45, Afiat Yoga Nirmala.S.AP menerangkan kembali tentang sejarah Gedong Juang 45 (15/8/2019).
Dalam keterangannya, Yoga yang bekerja di Dinas Budaya, Pemuda dan Olahraga, Kab Bekasi menjelaskan kepada aspirasipublik.com, bahwa Gedung Tinggi 45 adalah sebuah situs sejarah yang terletak di kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Sebelum Revolusi Nasional, bangunan ini bernama Landhuis Tamboen atau Gedung Tinggi, dan merupakan pusat tanah partikelir milik keluarga Khouw van Tamboen.
Gedung Juang Tambun dan stasiun Tambun, menurut nya yang terletak di belakang gedung ini, dua-duanya bergaya Art Deco dan merupakan satu kesatuan sejarah tidak terpisahkan. Mungkin itu sebabnya ada bunker ? Gedung Tinggi Tambun dibangun dengan dua tahap Tahap pertama pembangunan mulai pada tahun 1906, dan selesai pada tahun 1910.
Kemudian, tahap ke dua pada tahun 1925. Pemiliknya seorang tuan tanah, Khouw Tjeng Kee, Luitenant Cina. Ia mempunyai dua saudara laki-laki, Luitenant Khouw Tjeng Tjoan dan Luitenant Khouw Tjeng Po. Ayah mereka adalah seorang tuan tanah bernama Luitenant Khouw Tian Sek.
Setelah kematian Luitenant Khouw Tjeng Kee, kepengurusan baik tanah partikelir maupun Landhuis Tamboen jatuh ke tangan putra sang Luitenant, yaitu Khouw Oen Hoei. Ia adalah adik O. G. Khouw yang dimakamkan di mausoleum tersohor dan mewah di TPU Petamburan.
Sepupu mereka yang paling terkemuka pada era kolonial adalah Khouw Kim An, Majoor Cina terakhir di Batavia, yang adalah putra paman mereka, Luitenant Khouw Tjeng Tjoan. Landhuis dan tanah partikelir Tamboen disita dizaman Jepang dari keluarga Khouw van Tamboen pada tahun 1942 di tengah penjajahan Jepang. Pada tahun 1943 tentara Jepang menjadikannya sebagai salah satu pusat kekuatan dalam menjajah Indonesia.
Dalam Pada itu, akhir masa penjajahan Jepang, terjadi sebuah peristiwa besar pembantaian tentara Jepang oleh pejuang kemerdekaan Indonesia, di mana tentara Jepang yang pada saat itu menggunakan kereta api melintasi wilayah Bekasi hendak meninggalkan Indonesia melalui Bandar Udara Kalijati, Subang.
Selanjutnya relnya dibelokan ke rel buntu yang membuat kereta terperosok, kemudian tentara Jepang yang sebagian besar tidak bersenjata dikarenakan mereka menyimpan senjatanya di gerbong barang, dibantai oleh pejuangan kemerdekaan Indonesia dan mayatnya dibuang di kali Bekasi.
Saat masa mempertahankan kemerdekaan Setelah Jepang menarik diri dari Indonesia pada tahun 1945, KNI (Komite Nasonal Indonesia) menjadikan Gedung Tinggi Tambun sebagai kantor Kabupaten Jatinegara. Tidak hanya menjadi kantor kabupaten, gedung ini juga dijadikan sebagai menjadi tempat pertahanan dan pusat komando dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari tentara sekutu yang hendak menjajah Indonesia kembali.
Kemudian pada saat perang kemerdekaan melawan Belanda, Gedung Juang 45 yang pada saat itu dikenal dengan nama Gedung Tinggi dijadikan tempat pertahanan oleh para pejuang kemerdekaan yang berpusat di wilayah Tambun dan Cibarusah. Akibat pertahanan Belanda di wilayah Bekasi sering diserang, maka Belanda sering meninggalkan tempat pertahanannya di wilayah Bekasi.
Lalu mereka menarik diri untuk memperkuat wilayah pertahanannya di Klender, yang kemudian menjadi batas antara kota Bekasi dengan Jakarta Timur. Gedung ini juga menjadi tempat perundingan pertukaran tawanan antara Belanda dengan para pejuang kemerdekaan Indonesia. Pejuang kemerdekaan Indonesia dipulangkan oleh Belanda ke wilayah Bekasi dan tentara Belanda dipulangkan ke Batavia melalui Stasiun Tambun yang lintasan relnya tepat berada di belakang gedung ini.
Pada akhir tahun 1947, Belanda melanggar Perjanjian Linggarjati dan melakukan agresi militer pertama, Gedung Tinggi Tambun pun dapat dikuasai oleh Belanda setelah melakukan serangan bertubi-tubi hingga tahun 1949 Namun tahun 1950 pejuang Indonesia dapat merebut kembali gedung ini.
Setelah gedung ini berhasil di kuasai dan wilayah Tambun berhasil diamankan, maka aktivitas pemerintahan kembali dilakukan di gedung ini. Tercatat pada tahun 1950 Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bekasi menempati gedung ini kali pertama, disusul oleh kantor-kantor dan jawatan lainnya hingga akhir 1982. Pada tahun 1951 gedung ini diisi oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat, Batalyon Kian Santang. Lembaga wakil rakyat pun pernah berkantor di gedung ini hingga tahun 1960 diantaranya DPRD Sementara, DPRD Tk. II Bekasi dan DPRD-GR hingga tahun 1960.
Sehingga pada tahun 1982, Bupati Bekasi yang juga seorang budayawan, Abdul Fatah yang menjabat dari tahun 1973 – 1983 membentuk Akademi Pembangunan Desa (APD) di wilayah Tambun dengan menggunakan Gedung Tinggi Tambun sebagai kampusnya. Akademi Pembangunan Desa (APD) ini pada masa sekarang telah menjadi Universitas Islam 45 Bekasi dan telah memiliki kampus sendiri di dekat saluran Irigasi Tarum Barat (Kali Malang) di Jalan Cut Meutia, kota Bekasi.
Selanjutnya Pada tahun 1999, gedung ini pernah menjadi kantor sekretariat Pemilu dan Dinas Kebersihan serta Pertamanan, dan sekarang dimanfaatkan sebagai Kantor Pemadam Kebakaran.
Yoga berharap, putra putri Kab Bekasi Harus paham sejarah Bekasi, sejarah Bekasi harus tetap lestari, “Ungkapnya. (sugi)