Aceh, aspirasipublik.com – Diskusi publik dalam rangka menyambut Pemilu Damai 2019, yang bertema “Konservasi Kawasan Ekosistem Leuser Untuk Masa Depan Aceh” dalam Menyambut Pemilu Damai 2019 yang diselenggarakan oleh Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HakA) dan Lembaga Pinto Aceh yang dihadiri ratusan peserta yang mendominasi dari kalangan mahasiswa ini memberikan edukasi yang pada dasarnya untuk menjaga serta meningkatkan tata kelola lahan dan hutan di Aceh.
Perihal diskusi ini sendiri yang dibawakan para pemateri dalam memberikan edukasi ihwal tersebut diantaranya; Badrul Irfan selaku Sekretaris Haka, Bakti Siahaan selaku Pengamat Hukum dan Lingkungan T.M dan Zulfikar selaku Koordinator Yayasan Ekosistem Lestari dan Alifi Rahanun Nisya sebagai Asisstant Forum Konservasi Leuser menyimpulkan bersama berbagai poin-poin diantaranya; a. HakA merupakan LSM lingkungan yang berjuang untuk meningkatkan tata kelola lahan dan hutan di Aceh. b. Aceh memiliki luasan hutan yang cukup luas dan sebahagian besarnya adalah Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Tidak semua KEL masuk dalam kawasan hutan lindung, karena sebagianya masuk dalam kawasan budidaya. Oleh karena itu perlu pemberdayaan khusus karena dalam KEL ada empat species satwa besar yang tidak ada ditempat lain dapat hidup bersama yakni, Badak, Harimau, Orang Utan dan Gajah. c. KEL juga mempunyai kegunaan yang penting untuk kebutuhan air masyarakat di sekitar KEL. Jadi sangat penting untuk melestarikan KEL. Berharap melalui diskusi ini banyak hal yang bisa diambil. d. Berdasarkan data nilai dari net hutan Aceh, KEL memiliki nilai penyerapan karbon senilai 23,7 miliar, suplai air reguler 22 triliun dan mitigasi banjir erosi senilai 13 triliun. Dari luas Aceh 5.667.081 Ha bahwa luas hutan Aceh pada tahun 2018 sebesar 53% dari total daratan. Atau tutupan luas hutan Aceh hingga akhir 2018 sebesar 3.004.352 hektar. Dari hasil tersebut bahwa sejak 2015-2018 luas tutupan hutan di Aceh terjadi kehilangan dimana berdasarkan data FKL pada 2018 sekitar 15.071 hektar luas tutupan hutan yang hilang. e. Hilangnya luas tutupan hutan Aceh akibat tinggi deforestasinya. Untuk Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) terpantau juga kerusakannya akibat perkebunan, pertambangan dan illegal logging. Angka deforestasi 2018 ini sebesar 5.685 hektar. Laju deforestasi di KEL sangat berdampak pada bencana yang terjadi di Aceh seperti banjir dan kekeringan. f. Pada tahun 2018, FKL menemukan 2.418 kasus pembalakan liar dengan jumlah kayu hilang mencapai 4.363,01 meter kubik. Berikutnya, 1.838 kasus perambahan dengan luas hutan hilang mencapai 7.546,3 hektar. Untuk pembukaan jalan di hutan ada 108 kasus dengan panjang 193.85 kilometer. Selain itu kasus perburuan di KEL pada 2018 melalui perangkap/jerat terdapat 834 buah dengan kasus sekitar 613 perburuan. e. Temuan tersebut dilakukan oleh Ranger, merupakan relawan yang dibentuk oleh lembaga FKL. Semua data kegiatan ilegal di KEL, secara berkala telah dilaporkan ke pihak berwenang. Tentu semua hal tersebut berdampak kepada masyarakat karena KEL adalah sumber air penting empat juta masyarakat Aceh. KEL juga berfungsi sebagai mitigasi bencana seperti banjir dan longsor. Berharap, pemerintah dan penegak hukum lebih serius melindungi hutan dan menghijaukan kembali yang rusak.
Sementara itu T.M Zulfikar (Koordinator Yayasan Ekosistem Lestari), menyampaikan, diantaranya : a. Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) memiliki kantor di Medan yang bekerja untuk konservasi hutan dan satwa di pulau Sumatera. Berdasarkan analisa pihaknya terhadap kondisi hutan dan lingkungan di Aceh, perlu adanya tuntutan masyarakat lahir pemerintahan yang bersih dan handal. Desentralisasi pengelolaan hutan dan lingkungan, penurunan kualitas hutan dan lingkungan, peningkatan potensi bencana ekologis dan globalisasi pengelolaan lingkungan. b. Berdasarkan UUD 1945 pasal 28H ayat 1, setiap orang berhak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Oleh karena itu, kaitan dengan pemilu diperlukan pemimpin atau anggota dewan yang mengetahui dan peduli terhadap lingkungan. Karena untuk mewujudkan arahan atas kebijakan lingkungan dengan peningkatan nilai dan fungsi lingkungan hidup, diperlukan upaya : 1) Percepatan reformasi birokrasi. 2) Penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas. 3) Penyelesaiaan RPP dari UU 32/2009 (Pengendalian pencemaran, kerusakan, gambut, kebakaran hutan dan lahan, penyedia jasa penyelesaian sengketa, perizinan, pengawasan LH dan sanksi). 4) Penerapan KLHS, AMDAL, dan Tata Ruang. 5) Penguatan penegakkan hukum lingkungan. 6) Peningkatan partisipasi masyarakaraka. 7) Mendorong pencapaian ekonomi ramah lingkungan. c. Dengan menjaga KEL maka untuk menjaga masa depan. Mengapa KEL penting, karena sebagai sumber air untuk 4 juta penduduk, pertanian, industri sekelilingnya, menjadi mitigasi bencana erosi dan banjir, sumber plasma nutfah, penyerap karbon global, dan pengelolaan sumber daya karena total ekonomis KEL sekitar 560 juta Dollar. d. Aceh sangat serius terkait KEL, dimana dalam UUPA pasal 150, didalamnya disebutkan Pemerintah Aceh berhak mengelola KEL dengan baik. Bahkan dalam PP No 26 2008 tentang RT/RW Nasional disebutkan KEL. e. Untuk itu, dalam Pemilu 2019 harus diperjuangan agar pemerintahan bersih dari perusak lingkungan. Tentu, mewujudkan kondisi ini tak mudah, perlu diperhatikan beberapa hal antara lain, kesadaran poltik lingkungan warga, agenda lingkungan hidup dari partai dan kandidat juga memutus rantai relasi antara aktor penguasa politik dan penguasa sumber daya alam (SDA), serta meresmikan gerakan perubahan di parlemen dengan membentuk kaukus lingkungan. Kendati itu Bakti Siahaan Pengamat Hukum dan Lingkungan menyampaikan, diantaranya : a. Persoalan KEL sebenarnya sudah sering dibicarakan bahkan sudah disampaikan kepada pihak yang berkaitan, seperti sosialisasi sampai dengan upaya lainnya. Namun yang terjadi polemik tentang kehutanaan masih terus berlangsung. b. Di era kajian data seperti saat ini masih saja rumit dan perdebatan masih terus terjadi terhadap KEL. Sebagaimana data ditahun 2017 bahwa katupan hutan KEL terus hilang. Jika dioverlay ini dapat mengakibatkan beberapa persoalan seperti konflik antara manusia dan satwa. Deforestasi hutan terjadi juga akibat terjadinya landclearing dengan cara membakar hutan. c. Mestinya dalam hutan konservasi tidak boleh ada kegiatan pertambangan. Namun kenyataanya saat ini banyak terdapat perusahaan tambang di kawasan hutan konservasi khususnya di Aceh. d. Persoalan isu lingkungan yang sering diabaikan adalah persoalan sosial. Maka diperlukan upaya pengetahuan sosial untuk menjaga hutan. Menjadikan KEL sebagai pusat konservasi, dan kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar. Namun anehnya lembaga pengelola KEL sering digunakan oleh pihak asing untuk melalukan penelitian.
Dia pun menambahkan, menjelang Pemilu 2019, lingkungan selalu menjadi isu penting bagi calon legislatif (caleg). Saat menjadi anggota legislatif nantinya, mereka diharapkan dapat melahirkan aturan-aturan yang pro-lingkungan. “Untuk itu saya menghimbau juga kepada masyarakat agar mendukung pemilu damai 2019 mendatang tanpa hoax dan No SARA,” ujarnya.
Untuk itu lanjut dia lagi mengajak, agar pemilih harus cerdas melihat calon yang memang betul-betul memperjuangkan alam dan lingkungan lebih baik lagi. “Misalnya untuk mendapat hak lingkungan yang bersih dan sehat, carilah orang-orang yang mau berkontribusi pemikiran dan tenaga serta kerjanya ke depan harus punya persepsi dan pandangan seperti itu,” pungkas Bakti. (Yono)